Sementara Sandra menegaskan bahwa dia tidak pernah menangis sekali pun sejak kejadian itu, sepupunya tidak dapat menahan air mata saat dia menceritakan pengalamannya tentang ledakan tersebut.
Ketika ledakan terjadi, Lourdes Fakhri lari dari supermarket tempat dia bekerja ke rumahnya di dekat pelabuhan karena khawatir akan nasib keluarganya.
"Ada puing di mana-mana. Saya membayangkan mereka semua tergeletak di tanah," papar dia.
Meski orang tua Lourdes dan enam saudara kandungnya selamat, tapi rasa takut itu tetap menghinggapinya.
Untuk orang Lebanon yang lebih tua, ledakan itu memicu kenangan antara perang saudara 1975-1990 dan perang 2006 dengan Israel.
Baca juga: Kisah Mereka yang Kehilangan Mata akibat Ledakan di Beirut, Lebanon...
Seorang psikolog anak Ola Khodor mengatakan, banyak warga tidak mampu mengatasi trauma mereka dan tidak tahu bagaimana membantu anak-anak mereka.
Para ahli mengatakan, trauma mulai terjadi dalam beberapa minggu setelah suatu peristiwa, seiring orang keluar dari periode "stres akut".
Organisasi PBB Unicef pada Jumat (21/8/2020) memperkirakan bahwa setengah dari anak-anak yang mereka survei di Beirut sudah menunjukkan tanda-tanda itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.