Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan BMKG soal Wilayah yang Mulai Diguyur Hujan dan Masih Musim Kemarau

Kompas.com - 13/08/2020, 19:45 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai diguyur hujan sejak awal Agustus ini.

Selain DKI Jakarta, wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan sejumlah wilayah lain di Jawa Tengah juga mengalami hujan deras, terutama pada siang atau malam hari.

Apakah saat ini sudah mulai memasuki musim hujan, mengingat beberapa wilayah masih mengalami kemarau?

Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  Indra Gustari menjelaskan, musim kemarau dan musim hujan di Indonesia terjadi tidak serentak.

"Analisis kami terhadap data hujan, menunjukkan bahwa iklim di Indonesia tidak seragam. Demikian juga, musim kemarau dan musim hujan," kata Indra kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).

Baca juga: Berikut Daftar Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat akibat Siklon Tropis Nuri

Saat di sebagian besar daerah di selatan ekuator (Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua bagian Selatan) berada pada puncak musim hujan, sebagian daerah Sumatera bagian utara mulai memasuki musim kemarau.

Sebaliknya, saat musim kemarau di wilayah yang berada di selatan ekuator mencapai periode-periode puncaknya (Juni-Juli-Agustus), di sebagian sebagian Sulawesi bagian tengah, Maluku, Papua bagian barat sedang mengalami puncak musim hujan. 

Sudah musim hujan

Indra menjelaskan, daerah yang sudah musim hujan saat ini adalah sebagian daerah di Sumatera bagian utara.

Sementara itu, meski daerah lainnya sudah hujan, bukan berarti sudah masuk musim hujan. Menurut dia, yang terjadi saat ini adalah hal yang biasa terjadi.

Hujan turun beberapa hari saat musim kemarau (wet spell) dan sebaliknya, ada beberapa hari kering pada musim hujan (dry spell).

"Itu disebut sebagai variabilitas iklim, yang diakibatkan oleh adanya pola gangguan cuaca/iklim pada skala waktunya umumnya lebih pendek," kata Indra.

Indra menjelaskan, parameter memasuki musim hujan di antaranya ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) lebih dari 50 milimeter.

Kemudian, diikuti oleh 2 (dua) dasarian berikutnya,.

Menurut dia, permulaan musim hujan dapat terjadi lebih awal (maju), sama, atau lebih lambat (mundur) dari normalnya (rata-rata 1981-2010).

Data hingga 2020 digunakan sebagai baseline (normal) atau acuan untuk menentukan apakah curah hujan yang terjadi di bawah normal, normal, dan atas normal.

Baca juga: Musim Hujan Tiba, Cegah Atap Rumah Bocor dengan Langkah Efektif Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com