"Kalau tidak (ada temuan virus corona) ya justru disyukuri, bukan dipertanyakan. Itu yang saya tak habis mengerti, kita justru harus bersyukur Yang Maha Kuasa masih memberkahi kita," papar dia.
Pada beberapa minggu lalu, Gubernur Bali Wayan Kosten mengklaim ramuan tradisional yang terbuat dari bahan dasar arak Bali mampu mempercepat kesembuhan pasien Covid-19 di daerahnya.
Ia mencontohkan, seorang pasien positif Covid-19 menjalani terapi tersebut selama dua hari. Pada hari ketiga, pasien tersebut dinyatakan negatif Covid-19.
"Itu efektif sekali sembuh. Dua hari positif kemudian dilakukan treatment ini pada hari ketiga negatif. Sembuh kita pulangkan," kata dia, dikutip dari Kompas.com (22/6/2020).
Klaim itu pun ditanggapi oleh para ahli. Meski pasien yang menjalani terapi ini lebih cepat sembuh, hal itu bisa juga dipengaruhi oleh tingkat infeksi dan imun pasien.
Karenanya, dibutuhkan riset lebih mendelam untuk benar-benar mengatahui efektivitas ramuan itu.
Baca juga: Soal Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Achmad Yurianto: Ini Pembodohan Namanya
Kontroversi pemerintah terkait virus corona kembali muncul pada awal Juli 2020 lalu, ketika Kementerian Pertanian mengklaim akan kalung berbahan eucalyptus sebagai kalung antivirus corona.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, produk ini telah melalui uji lab peneliti pertanian terhadap virus influenza, beta dan gamma corona.
Diklaim, hasil uji lab eucalyptus ini mampu membunuh 80-100 persen virus.
"Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtang) membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem dan defuser," kata Mentan, dilansir dari pemberitaan Kompas.com, 5 Juli 2020.
Klaim itu pun mendapat kritikan dari berbagai pihak, di antaranya adalah epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman.
Menurutnya, tak ada relevansi antara kalung antivirus dengan paparan virus corona.
"Saya tidak melihat relevansi yang kuat antara kalung di leher dengan paparan virus ke mata, mulut, dan hidung," kata Dicky, dikutip dari Kompas.com, 4 Juli 2020.
Dia menganggap produksi eucalyptus yang ditujukan untuk mencegah virus corona terlalu dipaksakan dan berpotensi menimbulkan salah persepsi.
Baca juga: Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, Pakar Angkat Bicara
Epidemilog Griffith University Dicky Budiman mengatakan fakta ilmiah suatu penyakit yang masih baru seperti Covid-19 belum banyak diketahui dan tidak cukup dengan press rilis.