Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Kebijakan Ekspor Benih Lobster di Era Edhy Prabowo...

Kompas.com - 25/07/2020, 11:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan ekspor benih lobster menjadi polemik hangat di tengah masyarakat.

Ada yang merasa kebijakan tersebut sudah tepat, tapi banyak pula yang berpandangan kebijakan yang diketok oleh Menteri Edhy Prabowo dapat mengganggu atau mengakibatkan kepunahan lobster di Tanah Air, dampaknya membahayakan kedaulatan pangan Indonesia.

Baru-baru ini mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali bersuara.

Baca juga: Beda Pandangan Susi, Edhy, hingga Jokowi soal Ekspor Benih Lobster...

Dilansir Kompas.com, (9/7/2020), dia mengungkapkan lobster dewasa sudah jarang ditemui karena bibit lobster diperbolehkan dijual ke luar negeri oleh pemerintah.

Susi mengatakan sudah kerap protes pada pemerintah tapi tidak tahu apakah kritikannya didengar atau tidak.

Sebagaimana diberitakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo resmi mencabut larangan ekspor benih lobster era Susi Pudjiastuti.

Pencabutan aturan era Susi itu ditandai dengan peraturan menteri (Permen) yang baru, yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Baca juga: Beda Susi dan Edhy, Mereka yang Setuju dan Menentang Ekspor Benih Lobster...

Lantas apakah ekspor benih lobster itu memang benar mengancam kedaulatan RI?

Kelompok nelayan binaan Pol Airut Polda Aceh membudidaya lobster di kawasan Laut Ulee Lheu, Banda Aceh. Kamis (09/07/2020). Bibit lobster yang dibudidayakan secara alami ini merupakan hasil tangkapan nelayan di perairan laut Aceh yang berukuran dibawah 200 gram yang dibeli dengan harga Rp 130 ribu, kemudian setelah satu bulan dirawat dan  diberi pakan alami lobster ini siap dipanen untuk diekspor dengan harga hingga Rp 700 ribu perkilohramnya.Raja Umar Kelompok nelayan binaan Pol Airut Polda Aceh membudidaya lobster di kawasan Laut Ulee Lheu, Banda Aceh. Kamis (09/07/2020). Bibit lobster yang dibudidayakan secara alami ini merupakan hasil tangkapan nelayan di perairan laut Aceh yang berukuran dibawah 200 gram yang dibeli dengan harga Rp 130 ribu, kemudian setelah satu bulan dirawat dan diberi pakan alami lobster ini siap dipanen untuk diekspor dengan harga hingga Rp 700 ribu perkilohramnya.

Kepala Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Murwantoko mengatakan sebaiknya ekspor bayi lobster dibatasi dan lebih fokus mengembangkan budi daya dalam negeri.

"Yang urgent dilakukan adalah budi daya lobster di Indonesia. Dalam bahasa yang sederhana, kalau Vietnam bisa budi daya lobster, kita mesti bisa melakukannya," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/7/2020).

Dia menambahkan, Indonesia punya potensi benih lobster yang banyak. Benih akan murah kalau "stok" benih di dalam negeri jumlahnya banyak.

Jika memang berniat ekspor benih lobster, imbuhnya maka perlu diperhatikan pengendaliannya.

"Kalau tidak terkendali, sangat mungkin terjadi over eksploitasi," katanya lagi.

Baca juga: Selain Udang Asal Sulawesi, Ini 5 Hewan di Indonesia yang Terancam Punah

Dia mengatakan, di sisi lain, karena Indonesia baru akan mengembangkan budidaya lobster, akan sangat bagus jika biaya inputnya rendah. Misalnya dengan harga benih yang murah.

"Meski pada periode kementerian sebelumnya ada pembatasan untuk pengambilan lobster, termasuk untuk penelitian. Tetapi saya yakin kita bisa melakukan budi daya lobster dan dapat belajar dengan cepat," katanya.

Menurut Murwantoko kebijakan baru itu sudah tepat.

"Kebijakan baru yang membolehkan pengambilan lobster untuk dibudidayakan di Indonesia merupakan kebijakan yang sangat tepat," ungkapnya.

Baca juga: Polemik Laut China Selatan di Tengah Pandemi Corona

Dia mengatakan, kondisi budi daya lobster di Indonesia belum berkembang, salah satunya seperti yang dikeluhkan pada peneliti adalah mereka tidak bisa melakukan penangkapan lobster untuk penelitian.

"Dengan kebijakan kementerian yang baru, sangat mungkin bagi kita untuk segera maju mengembangkan budi daya lobster di Indonesia," paparnya.

Murwantoko mengatakan, hal penting yang perlu diakukan adalah mengakses atau menentukan berapa jumlah benih lobster yang bisa ditangkap untuk mempertahankan agar populasi lobster tetap lestari.

Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung di Laut, Bagaimana Aturan Menurut ILO?

Kemudian, kata dia, ditentukan berapa kebutuhan lobster yang diperlukan untuk pengembangan lobster di Indonesia (ada jaminan kebutuhan lobster terpenuhi).

"Kalau masih ada kelebihan, tidak apa-apa untuk diekspor dengan harga yang wajar, termasuk di tingkat masyarakat," ujarnya.

Dia kembali menggarisbawahi bahwa yang utama adalah pemenuhan dan pengembangan budi daya lobster di Indonesia.

Baca juga: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo Disorot, Disebut Bahayakan Kedaulatan Pangan

Blunder bagi kedaulatan pangan

Lobster hasil penyelundupan yang dilepasliarkan di perairan Pulau Liwungan, Pandeglang, Banten.Dok. KKP Lobster hasil penyelundupan yang dilepasliarkan di perairan Pulau Liwungan, Pandeglang, Banten.

Sementara itu hal berbeda diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim.

Ia menilai kebijakan ekspor benih lobster sangat tidak tepat.

"Kebijakan itu justru blunder bagi kedaulatan pangan kita ke depan," ujarnya kepada Kompas.com belum lama ini.

Baca juga: Saat Jonan, Susi Pudjiastuti hingga Rudiantara Masuk Bursa Bos BUMN...

Apa yang diungkapkannya tersebut bukanlah tanpa alasan, pasalnya terdapat banyak dampak yang nantinya akan dirasakan oleh pembudidaya lobster dalam negeri.

Pembudidaya lobster lokal nantinya akan kesulitan dalam mendapat benih yang berkualitas baik karena sebagian besar benih kualitas terbaik akan diekspor ke luar negeri. 

Harga benih lobster yang ada di pasar dalam negeri, imbuh Halim, akan melambung tinggi karena jumlahnya yang sedikit.

"Nah, itu yang kemudian mendorong pembudidaya lobster mendapatkan kerugian yang berikutnya yakni harga jual lobster mereka menjadi tidak bisa bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan dari luar negeri," ujarnya.

Baca juga: Laut Kaspia, Mengapa Danau Terbesar di Dunia Ini Disebut sebagai Laut?

Terancam gulung tikar

 

Petugas menunjukkan seekor lobster sebelum dilepaskan ke laut di Kawasan Konservasi Tambling, Lampung, Kamis (23/1/2020). Petugas Bakamla mengamankan sekitaran 30 ekor lobster yang terjebak jaring nelayan saat melakukan patroli laut sekitar daerah Batu Tiang, Kawasan Way Haru, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petugas menunjukkan seekor lobster sebelum dilepaskan ke laut di Kawasan Konservasi Tambling, Lampung, Kamis (23/1/2020). Petugas Bakamla mengamankan sekitaran 30 ekor lobster yang terjebak jaring nelayan saat melakukan patroli laut sekitar daerah Batu Tiang, Kawasan Way Haru, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Halim mengatakan, puncak dari kerugian terbesar yang akan dialami pembudidaya lobster dalam negeri baik pengusaha yang melakukan pembesaran atau pembenihan lobster yakni mereka akan gulung tikar alias bangkrut.

Ongkos produksi yang tinggi dan pasokan benih lobster yang semakin sulitlah yang akan melatarbelakangi itu semua.

"Sehingga opsinya kemudian akan memicu problem baru dalam hal ini kemiskinan di tingkat pembudidaya lobster maupun persoalan sosial lainnya," papar dia.

Diperbolehkannya ekspor benih lobster ini bagi Halim adalah sebuah ironi karena dahulu sempat dilarang oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Baca juga: Polemik Impor dan Anjloknya Harga Garam...

 

Alasannya menyebut demikian adalah karena dalam pengelolaan perikanan, harus berhati-hati karena sifatnya yang penuh ketidakpastian.

"Mengapa demikian? Sebagai contoh misalnya kita tak pernah tahu berapa persisnya stok sumber daya ikan, termasuk benih lobster, yang kita miliki secara tepat. Kita tidak akan pernah tahu karena itu berada di luar jangkauan kita," jelas dia.

Halim menyebut, pada 2016 lalu, Kementerian KKP telah menerbitkan hasil kajian mengenai stok sumber daya ikan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan.

Baca juga: Mengenal Triggerfish, Ikan dengan Gigi Mirip Manusia

 

Dalam hasil kajian mengenai stok ikan tersebut disebutkan bahwa lobster dewasa dan benih yang tersebar di beberapa wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, sebagian besar dalam keadaan fully exploited dan over exploited.

"Artinya, yang perlu dilakukan adalah memperketat pengawasan terhadap pemanfaatan lobster di dalam negeri untuk ukuran yang dewasa," kata Halim.

"Untuk benih lobster, secara logisnya cukup dilakukan usaha pembenihan di dalam negeri dan tetap bisa dilakukan usaha pembesaran dengan menggunakan kontrol ketat pula," tegas dia.

"Ujungnya, kemudian kita akan kehabisan stok, bahkan tidak mungkin kemudian dalam tempo yang secepat-cepatnya kita justru akan mengimpor balik lobster dari tempat tujuan ekspor kita tadi," imbuhnya.

Baca juga: Jokowi Singgung soal Impor, Berikut 10 Barang yang Masih Diimpor oleh Indonesia

SUHANA Produksi dan Ekspor Lobster

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com