Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset AS Ungkap Pria Botak Berisiko Lebih Tinggi Terkena Covid-19

Kompas.com - 25/07/2020, 06:03 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pria botak disebut berisiko lebih tinggi menderita atau terinfeksi Covid-19 yang parah.

Hal ini ditunjukkan bukti yang kuat dengan mengambil faktor risiko yang disebut "tanda Gabrin".

Istilah tersebut digunakan sebagai pengingat dari dokter AS pertama yang meninggal karena Covid-19 di AS, Dr Frank Gabrin.

Diketahui, Gabrin juga memiliki ciri botak.

Baca juga: Benarkah Membakar Jenazah Pasien Covid-19 Dapat Membunuh Virus Corona?

Dilansir dari Telegraph, (4/6/2020), sebuah riset yang dilakukan oleh Profesor Carlos Wambier dari Brown University, AS mengungkapkan bahwa pihaknya benar-benar berpikir bahwa kebotakan adalah prediktor sempurna dalam menunjukkan tingkat keparahan Covid-19.

Wambier mengambil data sejak awal wabah yang terjadi di Wuhan, China pada Januari 2020.

Data tersebut menunjukkan bahwa pria lebih mungkin meninggal setelah terinfeksi virus corona.

Sebuah laporan dari Public Health England menemukan, laki-laki dengan usia kerja berpotensi dua kali lebih mungkin untuk mati setelah didiagnosis Covid-19 pada Juni 2020.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Perubahan gaya hidup

Ilustrasi merokokIngram Publishing Ilustrasi merokok

Sampai saat ini, para ilmuwan belum mengetahui mengapa hal ini terjadi.

Namun, mereka menunjuk pada faktor-faktor seperti gaya hidup, merokok, dan perbedaan sistem imunitas di antara kedua jenis kelamin.

Tetapi, semakin mereka percaya pada faktor-faktor tersebut bisa terjadi karena androgen (hormon seks pria seperti testosteron) mungkin berperan tidak hanya dalam kerontokan rambut, melainkan dalam meningkatkan kemampuan virus corona untuk menyerang sel.

Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa perawatan yang menekan hormon-hormon ini, seperti yang digunakan untuk kebotakan serta penyakit seperti kanker prostat, dapat digunakan untuk memperlambat virus, dan memberi pasien waktu untuk melawannya.

"Kami pikir androgen atau hormon pria jelas merupakan pintu gerbang bagi virus untuk memasuki sel kita," ujar Profesor Wambier.

Baca juga: Mengenang Sutopo Purwo Nugroho, Informan Kebencanaan yang Meninggal karena Kanker Paru

Obat kanker prostat

Di sisi lain, seorang ahli onkologi di UC Los Angeles, Matthew Rettig melakukan percobaan terhadap 200 veteran di Los Angeles, Seattle, dan New York menggunakan obat kanker prostat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com