Einstein dengan Teori Relativitas-nya, juga hendak mengatakan hal yang tak jauh beda dengan Sosrokartono.
Apa yang kadung dijadikan postulat oleh para saintis, senyampang masih teori, berpeluang diruntuhkan.
Einstein sudah membuktikan itu manakala ia merobohkan mekanika kuantum Newton, sembari menikmati cerutu dan menyeruput kopi di beranda rumahnya.
Jangankan teori ilmiah, waktu saja relativ dalam ruang. Ia begitu tapi bukan itu. Ia begini namun bukan ini. Ia sebagaimana adanya yang harus kita pahami.
Dengan bahasa lain yang mungkin belum pernah terucapkan oleh Einstein hingga akhir hayatnya, ia ingin berkata, “Bukan itu yang sesungguhnya, dan temukanlah ada apa di balik itu...”
Sekadar contoh saja. Beberapa orang terkaya Indonesia dan dunia, semakin kaya-raya dengan adanya pandemi.
Sementara miliaran manusia lain hidup tunggang langgang demi melanjutkan kehidupan mereka.
Pertanyaan kita, lantas apakah yang sudah dilakukan sebagian besar orang-orang kaya itu untuk kemaslahatan umat manusia di planet ini? Adakah hal besar yang mereka karyakan?
Padahal jika kekayaan mereka disumbangsihkan untuk masa depan kemanusiaan, niscaya takkan ada cerita pilu macam di Afrika sana.
Sekarang mari kita amati apa yang terjadi dengan Sukarno, Dalai Lama, Gandhi, dan Mandela—sekadar menyebut beberapa nama.
Hingga tutup usia, Sukarno bahkan tak punya satu pun rumah untuk diwariskan pada anak-anaknya. Ia satu-satunya presiden termiskin papa—mungkin hingga saat ini.
Tapi ia mendirikan sebuah negara besar. Memerdekakan bangsanya, dan terlibat upaya kemerdekaan umat manusia sedunia dari penjajahan. Melawan ketidakadilan.