Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dapat 56 Juta Dollar AS dari Norwegia atas Penurunan Emisi, Ini Pesan untuk Pemerintah

Kompas.com - 06/07/2020, 19:02 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Norwegia diketahui akan membayar hasil kerja penurunan emisi karbondioksida yang disebut berhasil dilakukan Indonesia.

Melansir laman resmi Pemerintah Norwegia, 3 Juli 2020, disebutkan bahwa pemerintah Norwegia akan melakukan pembayaran berbasis hasil (Result Based Payment) sebagai hasil kerja sama REDD+ (Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation).

Adapun jumlah penurunan emisi yang berhasil dicapai oleh Indonesia pada 2016-2017 yang hendak dibayarkan tersebut adalah 11,2 juta ton CO2eq.

Artinya, nilai yang akan dibayarkan adalah 56 juta dollar AS atau setara dengan Rp 813,3 miliar (kurs Rp 14.500).

Sebab, harga pasaran karbon dunia saat ini adalah 5 dollar AS atau Rp 72.617 per ton.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati menyebutkan, pengakuan ini memang penting.

Baca juga: Pemerintah Norwegia Bayar 56 Juta Dollar AS kepada Indonesia untuk Emisi yang Turun

Namun, perlu juga diperhatikan hal-hal lainnya.

"Pengakuan dari dunia internasional atas upaya Indonesia memperbaiki kondisi hutannya tentu saja menjadi sesuatu yang penting. Namun, hendaknya ini didasari atas kesadaran pemerintah sendiri atas tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat Indonesia sendiri," ujar Nur saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/7/2020) siang.

Menurut dia, masyarakat selama ini sudah banyak menderita akibat kerusakan hutan yang mengakibatkan dampak negatif.

"Jadi bukan hanya karena sekadar mengejar pengakuan internasional," lanjut dia.

Nur juga mengungkapkan harapan agar Pemerintah Norwegia dapat turut memastikan bahwa kondisi ini akan menjadi semakin baik.

"Di sisi lain, kita tentunya berharap Pemerintah Norwegia juga bisa turut serta memastikan hasil ini bisa makin membaik," kata Nur.

Adapun caranya antara lain adalah dengan turut mengkritisi berbagai produk yang dihasilkan oleh Indonesia yang masuk ke pasar Eropa dan diketahui berkontribusi terhadap kerusakan hutan, deforestasi, maupun emisi dari karhutla.

Baca juga: Tipu Muslihat Emisi Gas Rumah Kaca di Balik Langit Bersih Saat Corona

Misalnya, produk-produk dari hutan tanaman industri (HTI).

"Pemerintah Norwegia juga diimbau untuk memastikan agar institusi pembiayaan yang berasal dari Norwegia tidak terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek atau usaha-usaha yang memperburuk kondisi hutan Indonesia," kata Nur.

Pada tahun ini, Indonesia-Norwegia juga memperingati 70 tahun hubungan diplomatiknya sekaligus 10 tahun kemitraan dalam kerangka kerja sama REDD+.

Menurut informasi di laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Norwegia dan Indonesia bekerja sama untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari deforestasI, degradasi hutan, dan kehilangan lahan gambut, melalui Letter of Intent yang ditandatangani pada 26 Mei 2010 silam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Terima Kasih, Prof. Salim Said

Terima Kasih, Prof. Salim Said

Tren
10 Aktivitas yang Dapat Meningkatkan Stamina, Mudah Dilakukan

10 Aktivitas yang Dapat Meningkatkan Stamina, Mudah Dilakukan

Tren
Bukan Segitiga Bermuda, Ini Jalur Laut Paling Berbahaya di Dunia

Bukan Segitiga Bermuda, Ini Jalur Laut Paling Berbahaya di Dunia

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

7 Pilihan Ikan Tinggi Fosfor, Sehatkan Tulang tapi Perlu Dibatasi Penderita Gangguan Ginjal

Tren
Film Vina dan Fenomena 'Crimetainment'

Film Vina dan Fenomena "Crimetainment"

Tren
5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

Tren
Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com