Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Tipu Muslihat Emisi Gas Rumah Kaca di Balik Langit Bersih Saat Corona

Kompas.com - 24/06/2020, 16:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Annuri Rossita

KETENTUAN menjaga jarak untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19 berdampak kepada penurunan polusi udara di beberapa negara.

Namun, ini tidak mencerminkan adanya penurunan emisi karbon dioksida.

Di Indonesia, pengawasan kualitas udara secara real time - kolaborasi antara Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim-IPB dengan National Institute for Environmental Studies, di Jepang - mencatat adanya penurunan polusi udara di Kota Bogor, Jawa Barat.

Level nitrogen dioksida, salah satu gas rumah kaca yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, turun 7,2% antara April dan Mei 2020, dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Meski demikian, level gas rumah kaca lainnya, yaitu karbon dioksida terus meningkat selama pandemi ini.

Pusat pengamatan emisi Mauna Loa Observatory di Hawai'i, AS, mencatat ada peningkatan level karbon dioksida sebesar 2,4 bagian per sejuta (ppm), hingga total menjadi 417,1 ppm pada bulan Mei 2020.

Artinya, pandemi tidak memiliki dampak langsung terhadap penurunan emisi karbon dioksida ke atmosfer.

Ini alasannya.

Masih rentan kebakaran

Pembatasan aktivitas manusia tidak serta merta berarti turunnya titik api di Indonesia.

Sebaliknya, satelit Terra/Aqua MODIS milik badan antariksa AS NASA yang memiliki tingkat ketepatan hingga lebih dari 80% mencatat 155 dan 66 titik api di Indonesia pada bulan April dan Mei 2020.

Titik api bukan sumber kebakaran melainkan sumber panas yang dijadikan sebagai penanda risiko kebakaran di suatu daerah.

Tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan telah menghancurkan sedikitnya 2,6 juta hektar akibat praktik tebas bakar untuk membuka lahan yang didominasi oleh lahan gambut di Indonesia.

Musim panas yang dipengaruhi oleh variabilitas iklim, El Nino, juga berkontribusi terhadap cepatnya penyebaran titik api saat itu.

Satelit NASA mendeteksi lebih dari 130.000 titik api pada kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com