Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Jepang dalam Melakukan Contact Tracing Covid-19, Ternyata Begini Caranya...

Kompas.com - 03/07/2020, 14:35 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Sumber Bloomberg

KOMPAS.com - Jepang dinilai sebagai salah satu negara yang cukup berhasil mengendalikan penyebaran virus corona penyebab Covid-19, tanpa memberlakukan penguncian wilayah atau lockdown.

Meskipun cara tersebut terbilang tidak lazim, namun statistik menunjukkan bahwa strategi tersebut dinilai cukup sukses.

Melansir Worldometers (3/7/2020) jumlah total kasus positif Covid-19 di Jepang ada sebanyak 18.874 kasus. Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh ada sebanyak 16,722 orang dan korban meninggal ada 975 orang.

Sedangkan kasus aktif pasien Covid-19 hanya sebanyak 1.127 kasus. 

Salah satu hal yang patut dicermati dari kesuksesan Jepang menangani pandemi ini adalah pada kesigapan mereka dalam melakukan contact tracing atau penelusuran kontak.

Di Kawasaki, sebuah kota di selatan Tokyo, hampir 300 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona pada awal Juni.

Namun, hal tersebut tidak mengganggu Yuko Koizumi, kepala divisi pengendalian penyakit menular untuk tujuh pusat kesehatan umum di kota Kawasaki dalam melaksanakan pekerjaannya.

Melansir Bloomberg, Koizumi berpedoman pada strategi yang biasa digunakan dalam menghadapi pandemi dan wabah penyakit musiman yang pernah terjadi di masa lalu.

Baca juga: Belajar dari Jepang, Simak agar Tak Jadi Pesepeda yang Menyebalkan

Strategi itu terdiri dari melacak rute infeksi melalui kontak dekat, memeriksa pasien dalam masa pemulihan, dan mengatur perawatan jika diperlukan.

Pedoman ini mungkin telah menjadi pembeda antara Jepang dengan negara-negara lain dalam menangani penyebaran virus corona.

Petugas pelacak kontak terlatih

Tujuh pusat kesehatan umum di Kawasaki adalah bagian dari 450 institusi serupa di seluruh Jepang yang memainkan peran penting dalam membatasi penyebaran virus.

Dengan adanya pusat-pusat kesehatan itu Jepang sudah memiliki petugas pelacak kontak terlatih ketika virus menyerang.

Jepang juga dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain ketika mereka ingin membangun sistem yang sama untuk menghadapai pandemi di masa depan.

Para ahli berpendapat bahwa keberadaan pusat-pusat ini adalah salah satu alasan utama Jepang mampu menghindari ledakan kasus akibat pandemi virus corona.

"Saya pikir saya tidak akan bisa melakukannya jika itu bukan sesuatu yang sudah saya ketahui bagaimana menanganinya," kata Koizumi.

"Kami juga sudah memiliki tim yang terbiasa berkomunikasi dan bekerja bersama," tambahnya.

Baca juga: 3C, Rahasia Jepang Kendalikan Covid-19 Tanpa Berlakukan Lockdown

Para staf di pusat kesehatan memainkan peran penting dalam melakukan pelacakan kontak.

Mereka berperan sebagai penjaga gerbang ketika kasus-kasus pertama infeksi virus corona diidentifikasi di Jepang pada bulan Januari.

Para staf ini meminta orang yang terinfeksi virus untuk merinci catatan perjalanan mereka, berbagi informasi pribadi dan mengungkapkan rincian orang yang telah mereka temui untuk melacak siapa yang perlu dites dan diisolasi.

Meski keberadaannya tidak diketahui sebagian besar orang di luar komunitas medis, tetapi pelacak kontak terlatih kini diakui sebagai fondasi dari penanganan pandemi Covid-19 yang sukses.

Selain di Jepang, pelacak kontak terlatih juga digunakan secara efektif di negara-negara lain, seperti Korea Selatan dan Jerman.

Pada awal Juni lalu, Koizumi menyebut bahwa muncul klaster kecil yang terdiri dari delapan kasus di sebuah rumah sakit di Kawasaki.

Namun, klaster tersebut berhasil dikendalikan hanya dalam waktu empat hari setelah kemunculannya dilaporkan.

"Sehari setelah kasus muncul, pusat kesehatan setempat mengirim staf ke rumah sakit untuk mencari tahu kontak dekat dan memberi nasihat tentang cara mendisinfeksi area yang diperlukan," kata Koizumi.

Baca juga: Menurut Ahli, Kebiasaan Gunakan Masker Bantu Jepang Tekan Angka Kematian akibat Covid-19

Privasi pasien terjamin

Tidak seperti di beberapa kota di Asia seperti Hong Kong, yang merilis data terperinci tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh pasien, otoritas di Jepang justru menghindari hal tersebut.

Dengan privasi yang terjamin, staf pusat kesehatan masyarakat dapat melakukan penelusuran kontak sambil mempertahankan kerahasiaan nama pasien mereka.

"Orang-orang mempercayai pusat kesehatan masyarakat dan akan berbagi segala jenis informasi dengan mereka," kata Haruka Sakamoto, seorang peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Tokyo.

"Mereka memahami karakteristik masyarakat," tambahnya.

Faktor lain yang turut membantu dalam penelusuran kontak adalah kedekatan antara pusat kesehatan dengan masyarakat.

Tidak hanya menangani penyakit menular, mereka juga rutin memberikan panduan mulai dari diet lansia, saran olahraga, dan banyak informasi kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

Kedekatan ini sangat membantu saat masa awal pandemi, termasuk dalam melakukan tindakan pencegahan yang tepat dan juga penelusuran kontak.

Bahkan hingga kini, pekerjaan penelusuran kontak, mengatur tes, dan mengidentifikasi klaster masih terus dilakukan di seluruh pusat kesehatan meski negara telah melonggarkan sejumlah pembatasan.

Baca juga: Remdesivir, Obat untuk Corona yang Diapresiasi BPOM AS dan Jepang

Di pusat kesehatan masyarakat Chitose di Hokkaido, para staf sekarang melakukan sekitar 30 hingga 40 panggilan per hari, turun dari lebih dari 100 pada puncaknya pada awal Mei, kata Reiko Kano, seorang perawat kesehatan masyarakat di pusat tersebut dengan lebih dari dua dekade pengalaman.

"Kepercayaan sangat penting, terutama jika Anda tiba-tiba saja mendapat telepon dari seseorang," kata Kano.

“Anda harus memikirkan tujuan akhir Anda, dan sangat berhati-hati melindungi privasi dan informasi pribadi sembari menyadari ada beberapa hal tertentu yang harus Anda tanyakan. Ada keseimbangan yang harus Anda capai," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com