Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Unggahan tentang Anak Laki-laki Tidak Diperbolehkan Merajut, Ini Tanggapan Psikolog

Kompas.com - 01/07/2020, 16:03 WIB
Retia Kartika Dewi,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan menampilkan kisah anak laki-laki yang tidak diperbolehkan merajut oleh ibunya beredar di media sosial Twitter pada Senin (29/6/2020).

Adapun twit tersebut diunggah oleh akun Twitter @trianovandaptr.

"2 hari yang lalu keponakanku menangis gara-gara semua mainan benang dan pita yang dia punya dibuang ama Mamanya. Mama dia marahi dia supaya jangan main benang & pita lagi karena itu mainan cewe. Mamanya ingin dia main sepak bola & layangan spt anak2 laki di sekitarnya," ujar akun @trianovandaptr dalam twitnya.

Pengunggah juga mengungkapkan bahwa keponakannya suka melihat dirinya tengah merajut dan anak laki-laki itu pun meniru kegiatan tersebut.

Hingga kini, unggahan tersebut telah di-retwit sebanyak lebih dari 30.100 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 85.600 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Lantas, bagaimana tanggapan psikolog anak terkait bakat anak yang dibatasi oleh orangtua?

Baca juga: Belajar Merajut, Cara Warga Karawang Tunggu Waktu Buka Puasa...

Tanggapan psikolog anak

Psikolog anak sekaligus Dosen Fakultas Psikologi dari Universitas Indonesia (UI), Nael Sumampouw mengungkapkan, tindakan pembatasan bakat yang dilakukan orangtua dalam unggahan termasuk stereotipe gender.

"Seorang anak laki-laki yang melakukan aktivitas merajut/menyulam tidak kemudian menjadi anak perempuan, tidak ada yang salah dengan anak laki-laki merajut atau menyulam," ujar Nael saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (1/7/2020).

Menurutnya, apabila orangtua terlalu membatasi keahlian anak, maka dapat berdampak pada relasi anak dan orangtua.

"Anak kecewa, semakin membuat jarak dengan prangtua karena merasa tidak didukung, tidak dicintai," ujar Nael.

Ia menambahkan, dengan perlakuan seperti itu, anak dapat berpikir kalau dirinya tidak diinginkan atau diharapkan oleh orangtuanya hanya karena area/dominan kecil dalam dirinya yakni kegiatan yang dianggap tidak pas dengan jenis kelaminnya tersebut.

Padahal dalam aspek lain, anak tersebut merupakan anak yang baik-baik saja.

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Kesalehan Sosial, Solusi Ketimpangan Gender dalam Keluarga Saat Pandemi

Faktor orangtua membatasi keahlian anak

Sementara itu, Nael menjelaskan, ada sejumlah faktor yang membuat orangtua melakukan pembatasan keahlian kepada anak.

Seperti sosialisasi tentang gender yang orangtua dapatkan sepanjang hidupnya dari orangtua mereka, keluarga besar, lingkungan pergaulan, dan lainnya.

Ia menganggap, tindakan seperti itu membuat batasan antara menjadi laki-laki atau perempuan yang dinilai oke dan keren.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com