Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini yang Sebaiknya Dilakukan Orang Tua Saat Siswa Depresi akibat Polemik PPDB Jakarta

Kompas.com - 01/07/2020, 14:55 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Polemik dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) via jalur zonasi di DKI Jakarta masih belum selesai. 

Di sisi lain, sejumlah siswa disebut-sebut mulai merasa depresi lantaran belum juga mendapat sekolah untuk tahun ajaran baru.

Bahkan, Komnas Perlindungan Anak (PA) menerima laporan dari orangtua siswa bahwa terjadi sejumlah upaya percobaan bunuh diri yang dilakukan para siswa yang tertekan akibat tidak juga mendapatkan sekolah.

Kecemasan tentu tidak hanya mendera para siswa, namun juga orangtua.

Aksi protes mereka lakukan mulai dari mendatangi Komisi X DPR RI hingga kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jakarta.

Dalam audiensi di Komisi X DPR RI, Selasa (30/6/2020), seorang calon siswi SMA menangis di depan para anggota DPR RI. Dia mengaku tidak diterima karena kalah dari siswa yang lebih tua usianya.

Dikutip dari Kompas.com (7/1/2020), siswi berusia 14 tahun itu dinyatakan tidak lolos jalur zonasi meskipun tempat tinggalnya dekat dengan lokasi sekolah. Dirinya merasa diperlakukan tidak adil dengan adanya pertimbangan jalur zonasi berdasarkan usia.

"Saya juga mau sekolah. Saya mau sistem ini diulang. Ini tidak adil bagi saya. Mungkin kami cuma anak-anak, tapi kami punya hak. Buat apa kami belajar tiga tahun, lalu melanjutkan sekolah itu pakai umur?" ujar dia.

Baca juga: Polemik PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi, Siswa Menangis Berhari-hari hingga Banyak Diam

Anak stres adalah wajar

Melihat fenomena yang terjadi, psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Anava, Maya Savitri menyebut stres atau depresi yang dialami oleh sebagian siswa-siswi di DKI Jakarta merupakan sesuatu yang wajar.

"Sangat wajar anak-anak stres karena tidak mendapat sekolah sesuai harapannya. Karena anak-anak yang mendaftar tersebut jelas punya harapan besar. Misalnya rumah dekat dengan sekolah lewat zonasi tapi ternyata gagal karena faktor usia," kata Maya kepada Kompas.com, Selasa (30/6/2020).

Harapan yang tidak terpenuhi ini menjadi begitu mengecewakan, menurut Maya bisa jadi dipicu oleh minimnya sosialisasi yang diberikan pihak terkait soal syarat usia ini.

Semestinya suatu kebijakan diberitahukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan agar dapat diterima dan dipahami oleh semua pihak, utamanya pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan.

"Karena mungkin sosialisasi yang tidak diberikan jauh sebelum PPDB berlangsung terutama yang berkaitan dengan usia," ujar Maya.

Orangtua harus bagaimana?

Maya menyebut orangtua yang ikut bingung dan stres dengan hal ini juga wajar, karena anak mereka belum mendapatkan sekolah untuk melanjutkan pendidikan.

Namun, menurut Maya yang terpenting adalah orangtua harus bisa membawa diri ketika berada di depan anak-anak mereka yang juga sedang mengalami tekanan tersendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com