Oleh: Dr Fransisca Iriani R Dewi, MSi
SMALL is beautiful, benarkah?
Pepatah itu tampaknya benar. Namun, itu tidak lagi berlaku untuk situasi yang dihadapi umat manusia saat ini.
Small is disaster, itu lebih tepatnya. Makhluk kecil seukuran 400-500 nanometer itu mampu memorak-porandakan seluruh tatanan umat manusia.
Ulah makhluk mikroskopik ini dimulai Desember lalu. Lebih dari 250.000 orang di seluruh dunia terinfeksi hanya dalam waktu tidak lebih empat bulan.
Ribuan manusia telah dibikinnya tak bernyawa. Belum lagi dana negara yang disedot oleh ulah virus corona. Hebatnya lagi, dia berani menyerang kerumunan manusia.
Hingga detik ini, makhluk kecil itu belum terkalahkan. Wilayah rambahannya meluas. Si kecil ini memang istimewa.
Jika ada orang yang terinfeksi, dia akan bersin, jaraknya sekitar 3 meter hingga virusnya baru jatuh ke tanah.
Jika virus ini jatuh ke permukaan benda metal, dia dapat hidup sekitar 12 jam. Dia memaksa kita untuk cuci tangan hingga bersih.
Jika dia jatuh ke permukaan kain, dia dapat hidup sekitar 6-12 jam. Detergen normal mampu membunuhnya, namun dia akan cepat tewas jika kita menambahkan detergen oksigen.
Menyusul peristiwa serangan virus corona, kesiapsiagaan darurat menjadi komponen inti dari praktik kesehatan masyarakat.
Masyarakat yang dimotori kekuatan lembaga negara resmi mengembangkan kapasitas untuk mempersiapkan dan menanggapi peristiwa yang muncul.
Seiring dengan ketegangan ini, ada seruan yang meningkat untuk melakukan social distancing. Gerakan ini memang sangat bermanfaat dalam memutus penyebaran penyakit Covid-19.
Hal ini kurang pas, tidak sejalan dengan karakter masyarakat kita yang aktif di lingkungan sosial saat ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan kampanye social distancing.
Kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan di masyarakat sudah mengakar dan bahkan menjadi identitas masyarakat.