Meskipun sawit ada di mana-mana di kehidupan sehari-hari, tetapi lebih dari setengah minyak sawit yang diimpor ke Uni Eropa digunakan untuk hal lain, yaitu bahan bakar.
Sebelumnya, Direksi Energi Terbarukan Uni Eropa menetapkan target sebesar 10 persen energi transportasi berasal dari sumber terbarukan pada tahun 2020. Biodiesel sebagai alternatif untuk mencapainya, dibuat dari minyak sawit.
Pada tahun 2019, Uni Eropa mengungkapkan bahwa biofuel yang berasal dari minyak sawit dan tanaman lain harus dihapuskan karena kerusakan lingkungan yang disebabkan.
Keputusan ini telah menyebabkan Uni Eropa mencari alternatif. Salah satu pilihannya adalah alga. Minyak dari spesies alga tertentu dapat diubah menjadi biocrude yang dapat disuling menjadi berbagai bahan bakar untuk menggantikan diesel, bahan bakar jet, ataupun lainnya.
Akan tetapi, membawa produk ini hingga dapat bersaing secara ekonomis dan sama dengan skala minyak sawit adalah sebuah tantangan besar.
Beberapa firma juga meneliti apakah ragi dapat direkayasa untuk menghasilkan jenis minyak yang dibutuhkan dalan industri makanan dan kosmetik.
Namun, terlepas dari masalah ekonomi, ada masalah lain yang dapat ditimbulkan oleh alga ataupun ragi. Keduanya membutuhkan banyak gula untuk tumbuh.
Gula harus ditanam secara luas. Jadi, dampak lingkungan yang dihasilkan hanya berpindah ke sektor lain.
Baca juga: Dikritik Mahathir soal Kashmir, India Resmi Boikot Sawit Malaysia
Melansir BBC, jika minyak sawit tidak dapat digantikan, pembatasan terhadap dampak lingkungan dilakukan dengan mengubah cara produksinya.
Untuk melakukannya, perlu dilihat kembali apa yang menjadi faktor penarik permintaan besar dari minyak sawit.
Selain karakter kimiawi yang unik, minyak sawit memiliki harga yang murah. Dalam kondisi ideal, kelapa sawit dapat menghasilkan minyak 25 kali lebih banyak daripada kedelai dengan kondisi lahan pertanian yang sama.
Oleh karena itu, menjadi ironis ketika pelarangan minyak sawit justru akan semakin meningkatkan penebangan hutan. Sebab, apapun yang ditanam untuk menggantinya akan membutuhkan lahan lebih banyak.
Selain itu, sawit tidak dapat tumbuh di wilayah yang terlalu jauh di selatan ataupun utara. Sawit adalah tanaman tropis.
"Sesuatu dengan biomasa yang lebih tinggi harus lebih adaptif, dapat tumbuh dalam cuaca yang beragam," jelas peneliti tanaman dari pusat penelitian CSIRO Australia, Kyle Reynolds sebagaimana dikutip BBC.
Para peneliti CSIRO telah memasukkan gen untuk meningkatkan produksi minyak ke dalam tumbuhan berdaun seperti tembakau dan sorgum.
Namun, proses dan uji coba yang dilakukan masih panjang hingga dapat benar-benar disebut mengganti minyak sawit.
"Produksi minyak sawit di dalam tumbuhan non sawit mungkin dilakukan. Bisakah kita melakukannya? Bisa. Namun, bagaimana caranya bersaing dengan harga sawit saat ini?," kata Reynolds.
Baca juga: Mengenal B20, Produk Kelapa Sawit untuk Campuran Biodiesel
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.