Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bu Susi" yang Masuk Trending di Tengah Ramainya Indonesia Vs China soal Laut Natuna...

Kompas.com - 04/01/2020, 09:48 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Menyiagakan alat dan personel

Meski pemerintah telah melayangkan protes, kapal-kapal asing masih banyak yang berlayar di Natuna.

Hal ini membuat Indonesia melalui Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI melakukan operasi di perairan utara Indonesia tersebut.

TNI menyiagakan alat utama sistem senjata (alutsista) berupa 3 Kapal Republik Indonesia (KRI), 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat boeing TNI AU.

Sementara, 2 KRI lain akan segera disiagakan, dan sedang diberangkatkan dari Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono memimpin pelaksanaan pengendalian operasi siaga tempur di Natuna Utara yang dilakukan oeh Koarmada 1 dan Koopsau 1.

"Operasi ini digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara," kata Yudo dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2020).

Natuna menjadi satu dari 18 operasi yang akan dilakukan Kogabwilhan I di tahun 2020, karena menjadi perhatian bersama.

Tak hanya TNI, Bakamla juga menambahkan sejumlah personel untuk berjaga di laut perbatasan.

Informasi ini disampaikan oleh Kepala Bakamla RI, Laksdya Achmad Taufieqoerrochman di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (3/1/2020).

"Pasti ada. TNI pun pasti mengerahkan kekuatan juga. Tapi dalam kondisi saya bilang memang Bakamla di depan. Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull (strategi pendekatan), daripada grey hull," kata dia.

Baca juga: Tanggapi Kapal Asing Masuk ke Perairannya, Bupati Minta Natuna Jadi Provinsi Khusus

Respons pemerintah

Menyikapi persoalan ini, Menteri Luar Negeri Retno Masudi meminta China untuk patuh terhadap ketentuan yanh telah ditetapkan UNCLOS 1982 tentang batas teritori.

Mematuhi UNCLOS 1982 merupakan hal yang wajib bagi China, karena negara itu menjadi salah satu bagian dari konvensi tersebut.

"Tiongkok merupakan salah satu part dar UNCLOS 1982 oleh sebab itu merupakan suatu kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982," kata Retno, Jumat (3/1/2020).

Menlu menegaskan, Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash line atau klaim sepihak yang disebutkan oleh China.

Alasannya, karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat, terutama tidak sesuai dengan UNCLOS 1982.

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD menyebutkan, secara hukum China tidak memiliki hak untuk mengklaim wilayah perairan Natuna.

Sama seperti Menlu, Menko Polhukam menjadikan UNCLOS 1982 sebagai rujukannya. Ketetapan yang diputuskan melalui konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu menyatakan wilayah perairan Natuna sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

"Kalau secara hukum China tidak punya hak untuk mengklaim itu (perairan Natuna). South China Sea Tribunal itu keputusannya China tidak punya hak atas itu semua sudah selesai," kata Mahfud, Jumat (3/1/2020).

(Sumber: KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari | Editor: David Oliver Purba, Aprilia Ika, Bayu Galih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com