Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Netizen Ramai Kritik Donasi Pendidikan untuk Novi, Ini Kata Sosiolog

Kompas.com - 06/11/2019, 06:31 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial Twitter diramaikan dengan donasi pendidikan untuk Novi, anak tukang bubur yang ingin kuliah di Turki.

Hingga saat ini, Novi telah dibicarakan sebanyak 13,2 ribu dan menjadi salah satu topik populer di Twitter.

Namun, tak sedikit warganet yang mengkritik keputusan Novi tersebut.

Sebagian dari mereka menyoroti kampus tujuannya yang memiliki rangking di bawah kampus-kampus Indonesia.

Mereka pun mempertanyakan tujuan Novi untuk kuliah di Turki.

Beberapa warganet juga menganggap bahwa masih banyak yang lebih berhak untuk mendapat donasi itu.

Menanggapi hal itu, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menganggap bahwa warganet harusnya mengarahkan.

Baca juga: Rumah Singgah Peduli Hanya Tarik Iuran Rp 5.000 dari Penderita Kanker, Donasi Jadi Tumpuan

"Sekolah itu niat baik, ke luar negeri itu membutuhkan keberanian dan tekat," kata Drajat kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2019).

"Justru netizen harusnya mengarahkan dan memberitahu dia bahwa rangking universitas itu rendah. Ya wajar kan dia masih SMA. Apa dia berpikir sejauh itu," lanjutnya.

Menurutnya, orang-orang yang tahu tentang itu memiliki kewajiban untuk memberitahu Novi.

"Misal ada yang berkomentar tentang biaya kuliah yang mahal. Tapi di sana sebenarnya kan bisa gratis. Si anak ini kan enggak tahu bagaimana untuk mendapatkan gratis dan sebagainya. Makanya dia dibantu, diarahkan," ujar dia.

Menurut Drajat, apa yang terjadi di media sosial itu bersifat hyper realitas, yaitu realitas yang dibangun berdasarkan image.

Karena sifat hyper realitas itu, semua orang mempunyai hak untuk menilai Novi atau siapa saja yang tampil di media sosial.

"Karena masuk ke dalam dunia maya yang tidak ada batasnya, maka semua orang berhak mengadili, memberi komen," papar dia.

"Itulah yang disebut dengan emosi kolektif yang dibangun di dunia maya yang sifatnya begitu," sambungnya.

Drajat menyebutkan, diskurus tentang kebenaran di media sosial itu selalu beradu.

Oleh karena itu, pihak yang suka dan pihak yang menjelekkan akan selalu ada.

"Jadi di sinilah peraduan argumentasi itu diperlukan," tutup Drajat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Mengonsumsi Daun Sambung Nyawa

Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Mengonsumsi Daun Sambung Nyawa

Tren
Korlantas Polri: Nomor SIM Akan Diganti NIK KTP mulai 2025

Korlantas Polri: Nomor SIM Akan Diganti NIK KTP mulai 2025

Tren
Bisakah Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Cair Sebelum Pensiun?

Bisakah Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Cair Sebelum Pensiun?

Tren
Ini Nasib Barang yang Tertahan Bea Cukai tapi Tidak Diambil Pemiliknya

Ini Nasib Barang yang Tertahan Bea Cukai tapi Tidak Diambil Pemiliknya

Tren
Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Tren
Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Tren
Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Tren
Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Tren
6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

Tren
7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

Tren
Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com