Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Wajib Bahasa Indonesia Saat Pidato di Luar Negeri, Bukan Hal yang Aneh...

Kompas.com - 11/10/2019, 07:38 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia telah ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Salah satu poin dalam Perpres tersebut mengatur, presiden, wakil presiden, dan pejabat negara lain menggunakan Bahasa Indonesia saat berpidato, baik di dalam atau luar negeri.

Menurut pegiat bahasa di media sosial Ivan Lanin, penggunaan bahasa Indonesia di forum internasional merupakan hal yang lumrah.

Sejumlah pemimpin negara lain, kata dia, menggunakan bahasa negara masing-masing saat berbicara pada forum internasional.

"Kalau pidato itu, yang diperhatikan memang norma internasional bagi pemimpin negara untuk mengucapkan pidato dalam bahasanya (bahasa negara) sendiri. Perdana Menteri Jepang, Perdana Menteri Perancis itu ngomong di depan PBB, di depan semua konferensi internasional dengan menggunakan bahasa mereka sendiri," kata Ivan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/10/2019) siang.

Baca juga: Pidato Presiden di Luar Negeri Wajib Bahasa Indonesia, Sudah Lama Diatur UU...

Oleh karena itu, penegasan penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato presiden maupun pejabat negara lainnya dinilai Ivan merupakan hal yang wajar.

Meskipun bahasa internasional yang disepakati adalah Bahasa Inggris, lanjut Ivan, penggunaannya terjadi saat komunikasi verbal secara langsung dan ada juru bahasa yang mendampingi.

"Bukan hal yang aneh (menggunakan bahasa Indonesia di forum internasional). Ketika ada dalam suatu konferensi internasional, dan itu adalah suatu pidato atau ceramah yang sifatnya satu arah, wajar sekali orang dari semua negara itu bicara dengan bahasanya masing-masing. Tidak harus dia bisa Bahasa Inggris," papar dia.

Mengenai anggapan miring atas ketentuan Perpres ini, menurut Ivan, kurang tepat.

Wikipediawan pecinta bahasa Indonesia, Ivan Lanin.Ivan Lanin Wikipediawan pecinta bahasa Indonesia, Ivan Lanin.

"Intinya gini, hakikatnya dia jadi presiden untuk negara apa? Ketika seorang presiden tidak bisa berbahasa pada negara yang menjadi tanggung jawabnya dia, itu wajar untuk dikritik," ujar Ivan.

"Tapi, ketika dia (pemimpin) tidak bisa bahasa internasional ya tidak apa-apa. Banyak sekali pemimpin luar negeri yang enggak bisa Bahasa Inggris kok. Mereka tetap bisa memimpin dengan bagus," lanjut dia.

Baca juga: Jokowi Teken Perpres, Pidato Presiden di Luar Negeri Wajib Pakai Bahasa Indonesia

Meski demikian, ia sepakat bahwa kemampuan berbahasa asing bisa menjadi nilai lebih.

Akan tetapi, lebih penting menggunakan bahasa sendiri dengan benar tanpa memunculkan makna yang ambigu.

Perlakuan bahasa

Selain soal penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, Ivan juga menekankan pentingnya perlakuan bahasa terhadap nama gedung yang memakai bahasa asing.

"Nama-nama gedung atau nama-nama tempat yang sekarang sudah menggunakan bahasa asing, itu yang mesti dipertimbangkan. Apakah harus mengubah atau enggak," kata dia.

Sementara itu, penggunaan bahasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Ivan mencontohkan jurnal berbahasa Inggris yang dikeluarkan perguruan tinggi negeri lokal.

"Misalnya gini, kita itu niatnya ingin mengejar pengakuan internasional. Karena itu, ada banyak jurnal di Indonesia yang diterbitkan oleh perguruan tinggi lokal yang menggunakan Bahasa Inggris, dengan harapan orang asing juga bisa membacanya," ujar Ivan.

Setidaknya, penerapan terhadap kedua hal tersebut harus pula mendapatkan perhatian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com