PADA 1936, ketika Perancis pertama kali meresmikan layanan kereta api “Transindochinois” yang menghubungkan Hanoi dengan Saigon, turut pula diadakan selebrasi gala, pertandingan olahraga, dan penerbitkan sejumlah perangko edisi khusus.
Semuanya dipimpin oleh sang Gubernur Jenderal yang karismatik, René Robin, dan Kaisar Vietnam Bao Dai.
Kereta api yang merupakan mahakarya dari era Gallic ini menyempurnakan perjalanan sejauh 1.730 km dalam 40 jam. Di dalamnya, terdapat empat kelas yang berbeda, gerbong yang berisikan tempat tidur dan gerbong restoran.
Sayangnya, penaklukkan Jepang terhadap Indochina Perancis dan meletusnya Perang Dunia II mengakhiri jadwal perjalanan kereta ini setelah hanya baru beroperasi selama 4 tahun, meninggalkan kenangan tentang perjalanan kereta api paling panjang di Asia Tenggara.
Baca juga: 5 Kuliner Wajib Coba saat Wisata ke Hanoi, Vietnam
Kini, layanan kereta api yang sekarang dikenal sebagai “Reunification Express” ini mungkin tidak terlalu mewah.
Namun dibandingkan perjalanan pesawat yang dilayani 60 kali sehari antara dua hub utama Vietnam itu, perjalanan kereta api dengan enam perjalanan setiap hari dengan lima kelas berbeda, dapat menjadi alternatif yang lebih romantis dan menenangkan.
Perjalanan kereta ini ditempuh dalam waktu 36 jam, atau lebih cepat empat jam dibandingkan dengan jadwalnya dulu ketika pertama kali beroperasi.
Team Ceritalah baru-baru ini melakukan perjalanan satu-setengah-hari dari Ibu Kota Vietnam menuju pusat bisnis di selatan, merasakan pengalaman lapisan sosial masyarakat Vietnam: dari penduduk utara yang cenderung pendiam, penduduk kawasan tengah yang lebih ceria dan lebih santai, serta penduduk yang ramah.
Baca juga: Berkunjung ke Hanoi, Jangan Lewatkan Kuliner Tradisional Kue Udang
Hal yang paling menyenangkan, jika tidak bisa disebut mendebarkan adalah detik-detik kereta melewati tepi laut Hue saat pagi hari.
Tim Ceritalah memesan ranjang bagian atas, yang tidak mudah untuk dipanjat, di mana tinggi ranjang dan tangga pijakan diletakan dengan posisi yang rumit. Bila dipikir-pikir, ranjang bagian atas lebih cocok untuk mereka yang atletis—atau pendaki gunung.
Begitu juga kabin-kabin itu yang memberi ruang privasi, masih jauh lebih nyaman dibandingkan kursi kayu keras di kelas ekonomi. Meskipun para penumpang ekonomi membawa tikar yang dihamparkan di lantai untuk tidur mereka.
Makanan yang disediakan pun mengecewakan. Kebanyakan penumpang membawa persediaan makanan mereka sendiri dan mi instan dalam bentuk cup dengan jumlah yang fantastis.
Mereka masih akan menambahkan suplai makanan mereka ini dengan apapun yang dapat ditemukan di kedai makanan di peron ketika kereta berhenti di stasiun-stasiun seperti di Hue dan Danang.
Perjalanan kereta ini bagaikan miniatur dari kehidupan masyarakat Vietnam. Orang-orang terlihat begitu rapih dan bertanggung jawab; membuang sampah mereka sendiri dan mengawasi anak-anak kecil yang berlarian disekitarnya.
Sebuah gambaran kehidupan masyarakat pekerja keras dan penuh motivasi, disertai dengan rasa kekeluargaan yang erat.