Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Perjalanan Melankoli “Reunification Express” dalam 36 Jam

Kompas.com - 09/09/2019, 23:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 1936, ketika Perancis pertama kali meresmikan layanan kereta api “Transindochinois” yang menghubungkan Hanoi dengan Saigon, turut pula diadakan selebrasi gala, pertandingan olahraga, dan penerbitkan sejumlah perangko edisi khusus.

Semuanya dipimpin oleh sang Gubernur Jenderal yang karismatik, René Robin, dan Kaisar Vietnam Bao Dai.

Kereta api yang merupakan mahakarya dari era Gallic ini menyempurnakan perjalanan sejauh 1.730 km dalam 40 jam. Di dalamnya, terdapat empat kelas yang berbeda, gerbong yang berisikan tempat tidur dan gerbong restoran.

Sayangnya, penaklukkan Jepang terhadap Indochina Perancis dan meletusnya Perang Dunia II mengakhiri jadwal perjalanan kereta ini setelah hanya baru beroperasi selama 4 tahun, meninggalkan kenangan tentang perjalanan kereta api paling panjang di Asia Tenggara.

Baca juga: 5 Kuliner Wajib Coba saat Wisata ke Hanoi, Vietnam

Kini, layanan kereta api yang sekarang dikenal sebagai “Reunification Express” ini mungkin tidak terlalu mewah.

Namun dibandingkan perjalanan pesawat yang dilayani 60 kali sehari antara dua hub utama Vietnam itu, perjalanan kereta api dengan enam perjalanan setiap hari dengan lima kelas berbeda, dapat menjadi alternatif yang lebih romantis dan menenangkan.

Perjalanan kereta ini ditempuh dalam waktu 36 jam, atau lebih cepat empat jam dibandingkan dengan jadwalnya dulu ketika pertama kali beroperasi.

Team Ceritalah baru-baru ini melakukan perjalanan satu-setengah-hari dari Ibu Kota Vietnam menuju pusat bisnis di selatan, merasakan pengalaman lapisan sosial masyarakat Vietnam: dari penduduk utara yang cenderung pendiam, penduduk kawasan tengah yang lebih ceria dan lebih santai, serta penduduk yang ramah.

Baca juga: Berkunjung ke Hanoi, Jangan Lewatkan Kuliner Tradisional Kue Udang

Hal yang paling menyenangkan, jika tidak bisa disebut mendebarkan adalah detik-detik kereta melewati tepi laut Hue saat pagi hari.

Tim Ceritalah memesan ranjang bagian atas, yang tidak mudah untuk dipanjat, di mana tinggi ranjang dan tangga pijakan diletakan dengan posisi yang rumit. Bila dipikir-pikir, ranjang bagian atas lebih cocok untuk mereka yang atletis—atau pendaki gunung.

Begitu juga kabin-kabin itu yang memberi ruang privasi, masih jauh lebih nyaman dibandingkan kursi kayu keras di kelas ekonomi. Meskipun para penumpang ekonomi membawa tikar yang dihamparkan di lantai untuk tidur mereka.

Makanan yang disediakan pun mengecewakan. Kebanyakan penumpang membawa persediaan makanan mereka sendiri dan mi instan dalam bentuk cup dengan jumlah yang fantastis.

Mereka masih akan menambahkan suplai makanan mereka ini dengan apapun yang dapat ditemukan di kedai makanan di peron ketika kereta berhenti di stasiun-stasiun seperti di Hue dan Danang.

Perjalanan kereta ini bagaikan miniatur dari kehidupan masyarakat Vietnam. Orang-orang terlihat begitu rapih dan bertanggung jawab; membuang sampah mereka sendiri dan mengawasi anak-anak kecil yang berlarian disekitarnya.

Sebuah gambaran kehidupan masyarakat pekerja keras dan penuh motivasi, disertai dengan rasa kekeluargaan yang erat.

Meskipun layanan yang ada saat ini tidak serupa dengan pendahulunya saat masih berada di masa kolonial Perancis, namun bagi sebagian wisatawan seperti Hanh (bukan nama aslinya) seorang nenek berusia 60 tahun dari kota Hai Duong di utara, perjalanan kereta ini seakan-akan menghubungkannya kembali dengan kenangan masa kecilnya.

“Saat itu adalah masa-masa sulit. Saat itu, kami hanya dapat melakukan perjalanan di Vietnam Utara dan kereta-keretanya kotor serta penuh sesak. Saat ini, layanannya sudah jauh lebih baik,” senyum masamnya tergurat saat Hanh mengenang masa kecilnya.

Dia pun ingat saat dirinya masih seorang gadis kecil, bertanya-tanya apakah kereta api melaju di atas tanah atau air. Sekarang, ia bertekad menyelesaikan perjalanan satu arah itu.

Dia akan kembali ke Hanoi dengan pesawat setelah bertemu dengan kerabatnya dan menghabiskan waktu dengan sanak saudaranya di Selatan.

Perjalanan kereta api ini memang sangat panjang. Banyak waktu dihabiskan menatap keluar jendela, merenung dan melihat pemandangan – sawah yang membentang sejauh mata memandang, ladang jagung, kebun sayuran dan kolam teratai – merupakan bukti meningkatnya kesejahteraan daerah pedesaan Vietnam.

Bunyi derak rangkaian kereta mendengung seiring dengan laju kereta api, serta irama monoton yang seakan-akan menyelimuti diri. Suasana yang ada seolah-olah membentuk gelembung yang turut menenangkan suasana hati.

Selama perjalanan kereta ini, pikiran kita seakan-akan melayang: baik ke masa lalu, mendekap kembali kenangan seperti sang nenek Hanh; dan ke masa yang akan datang, saat menyaksikan anak-anak kecil bermain.

Saya banyak menghabiskan waktu di pesawat, hilir mudik ke sana ke mari untuk menghadiri pertemuan makan siang atau makan malam, dan menghadiri rapat-rapat, sehingga bagi saya, perjalanan kereta api merupakan suatu kemewahan.

Hal ini mengingatkan saya pada waktu di mana saya tidak harus bergegas tanpa henti, sebelum kepadatan jadwal mengekang spontanitas kehidupan sehari-hari saya.

Di akhir perjalanan, kemungkinan besar Anda akan merasa tidak nyaman setelah duduk dan berbaring selama berjam-jam, lebih tepatnya 36 jam.

Namun, bagaimana pun ini adalah perasaan melankolis yang hangat – karena terbebas dari ponsel akibat jaringan yang tidak menentu – yang akan membuat Anda merasa lelah namun puas setelah menghabiskan waktu sendirian dengan pikiran Anda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com