Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jogja, Pemindahan Ibu Kota dan Rencana Besar Jokowi...

Kompas.com - 21/08/2019, 07:48 WIB
Angga Setiawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Jokowi secara resmi menyatakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan.

Rencana tersebut disampaikannya dalam pidato kenegaraan dalam Sidang Bersama DPD-DPR pada 16 Agustus 2019.

Menurut Jokowi, rencana pemindahan ibu kota dilakukan demi pemerataan.

Menilik ke belakang, Indonesia pernah mempunyai sejarah melakukan pemindahan ibu kota. Yogyakarta dan Bukittinggi, Sumatera Barat menjadi salah satu wilayah yang pernah menjadi ibu kota.

Sejarah mencatat setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 1945, pada tahun berikutnya terjadi serangan agresi militer oleh Belanda.

Akhir Oktober 1945, Inggris sebagai tentara sekutu dan Nederlandsch Indië Civiele Administratie (NICA) datang ke Indonesia dengan maksud melucuti senjata di Jepang.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (10/11/2018), alasan kedatangan sekutu karena adanya kesepakatan Mountbatten antara Amerika dan Inggris.

Inggris pada saat itu beranggapan bahwa wilayah Eropa masih berhak atas jajahannya yang pernah mereka duduki terutama dari jajahan Jerman, Jepang, dan Italia yang berperang pada saat itu.

Baca juga: 5 Pernyataan soal Pemindahan Ibu Kota dalam Sidang di MPR, DPR, dan DPD

Inggris menganggap saat itu Indonesia pernah masuk ke dalam jajahan Belanda. Sehingga Inggris merasa mempunyai hak untuk menduduki Indonesia kembali.

Loji Kebun YogyakartaArsip Tembi Loji Kebun Yogyakarta

Pemindahan Ibu Kota ke Yogyakarta

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (17/8/2017), pelucutan senjata mengakibatkan kondisi di beberapa wilayah di Jakarta tidak stabil yang berakibat pada pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Bung Karno, Bung Hatta beserta seluruh kabinet pun mengungsi ke Yogyakarta.

Namun ternyata gelombang pengungsi juga berasal dari orang-orang yang datang dari berbagai wilayah. Mereka yang merasa terancam keselamatannya, memilih mengungsi ke Yogyakarta yang keamanannya relatif stabil dibandingkan wilayah lain.

Akibatnya, jumlah penduduk yang ada di Yogyakarta bertambah dari sekitar 1,5 juta penduduk menjadi 1,7 penduduk.

Selain itu dampak dari kepadatan penduduk menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi, kesehatan dengan munculnya penyakit frambusia dan pes.

Bukan cuma menyerang orang miskin tapi juga kaum elite. Dalam Minggu Pagi edisi 19 April 1951, dikisahkan frambusia membuat jari tangan Wali Kota Yogyakarta, Poerwokoesoemo menjadi gatal-gatal. Jarinya penuh bintik merah dan bernanah.

Baca juga: Prabowo Sebut Pemindahan Ibu Kota Bagian dari Perjuangan Gerindra

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com