Pembahasan soal puber kedua dimulai dari unggahan di akun X (dulu Twitter,) @comvomf, Sabtu (23/9/2023),
"guys tolong bgt, aku gasengaja liat wallpaper mamaku dan pacarnya foto gapake baju... aku sebagai anaknya hancur bgt liat mama terus terusan kaya gini sama pacarnya, fyi mama dan papa udah cerai dari aku kecil dan sejak aku kecil sering banget nemuin foto senonoh ini. aku skrg gatau harus bersikap gimana ke mama takut..." tulis pengunggah.
Kemudian, beberapa warganet mengatakan bahwa itu adalah sindrom puber kedua yang memang sering dialami orangtua.
"Puber kedua orang tua ngeri banget," ujar pengguna akun @rrrrsssstttt1.
"Bukan hal yg layak dinormalisasi dgn alasan puber dsb. dia ortu yg harus ngasih contoh sama anak," balas akun @mintchocoyeay.
Lantas, benarkah orangtua akan mengalami puber kedua?
Bukan kondisi medis
Psikolog di Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengungkapkan bahwa puber kedua sebenarnya tidak ada dalam istilah medis.
"Tapi karena tingkah atau perilaku yang dimunculkannya kayak anak yang lagi mengalami puber saat remaja, maka istilah yg berkembang di masyarakat menjadi tren puber kedua," jelasnya kepada Kompas.com, Minggu (24/9/2023).
Ratna menjelaskan, istilah "puber" berasal dari kata "pubes" yang artinya rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan.
Kata ini digunakan untuk menggambarkan seorang anak berusia belasan tahun yang bertambah dewasa dengan ditunjukkan lewat tambahan rambut yang tumbuh di kemaluannya.
Bentuk perilaku yang dialami anak saat puber antara lain berupa lebih memperhatikan penampilan atau lawan jenis.
Meski kondisi ini umum dialami anak, Ratna menyebut orangtua bisa menunjukkan perilaku yang sama seperti anak di masa puber sehingga disebut "puber kedua".
"Puber kedua dialami oleh pria atau wanita yang memasuki usia 40 tahun ke atas," lanjutnya.
Gejala puber kedua
Ratna mengungkapkan ada sejumlah gejala yang timbul saat pria dan wanita memasuki usia 40 tahun yang sering disebut sebagai puber kedua.
Berikut gejalanya pada pria:
Sebaliknya, wanita yang berada dalam fase ini akan menunjukkan gejala seperti berikut:
Ratna menyatakan keadaan ini akan berpengaruh pada kejiwaan orangtua. Terlebih lagi, wanita akan semakin lesu ketimbang suami yang justru semangat melakukan banyak hal.
"Di sinilah komitmen perkawinan kembali teruji. Komunikasi dan pengertian memegang peran yang sangat penting bagi pasangan yang mulai memasuki masa puber kedua ini," katanya.
Dia menyarankan orangtua saling menjalin komunikasi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan di usia tersebut.
"Perubahan ini (butuh) banyak penyesuaian. Beberapa orang mulai menolak tua dan tidak menerima keadaan ini," jelasnya kepada Kompas.com, Minggu (24/9/2023).
Christin mencontohkan, kulit orangtua menjadi berkeriput atau rambut yang rontok. Akibat kondisi ini, mereka merasa butuh lebih memperhatikan penampilan seperti anak-anak.
Selain perubahan fisik, orangtua mengalami perubahan emosional. Sebagai contoh, mereka lebih khawatir dengan perasaan pasangannya saat melihat wajah mereka yang menua.
Christin menyebut, orangtua yang mendapatkan dukungan dari keluarganya maka mereka akan percaya diri menghadapi perubahan tersebut.
"Bagi orang yang tidak mendapatkan dukungan, dia kemudian mencari-cari alasan pasangannya tidak melihat dia seperti dulu," lanjutnya.
Orang ini kemudian akan mengecat rambut atau mengganti gaya pakaian agar terlihat lebih muda. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Di sisi lain, Christin mengatakan, orang seperti ini akan senang saat orang lain yang bukan keluarga menerima dirinya. Sebagai contoh, orang-orang yang memuji melalui media sosial.
"Inilah (awal) terjadinya perselingkuhan bagi orang-orang yang tidak didukung menerima dirinya di usia tengah baya," jelas dia.
Tidak boleh jadi pembenaran
Christin menekankan, perilaku buruk yang dilakukan orangtua tidak boleh dibenarkan dengan menyebutnya sebagai "puber kedua".
"Justru, usia tersebut harus menyesuaikan dengan perubahan fisik dan diri dengan kehidupan yang baru," tegasnya.
Orangtua, kata dia, harus sanggup tidak menggantungkan diri ke anaknya. Mereka juga harus menurunkan nilai kehidupan ke orang muda.
Christin menegaskan, orangtua akan merasa hidupnya lebih puas saat memenuhi tugas tersebut.
"Nggak perlu membenarkan dirinya dengan istilah "puber kedua," imbuh dia.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/25/123000665/benarkah-semua-orangtua-akan-alami-puber-kedua-