Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penggunaan Asbes untuk Atap Rumah Disebut Berbahaya, Benarkah?

Unggahan tersebut dimuat oleh akun media sosial X, @tanyakanrl, pada Minggu (17/9/2023). Dalam unggahan terdapat narasi yang bertuliskan "kenapa atap asbes dilarang".

"Udah pada nonton ini belum? Baru tahu ternyata bahaya, kirain aman-aman aja," tulis pengunggah.

Hingga Selasa (19/9/2023) sore, unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 2 juta kali dan mendapatkan lebih dari 650 komentar dari warganet.

Lantas, benarkah penggunaan atap asbes dilarang dan apa bahayanya?

Penjelasan pakar

Arsitek dari SAIA Architecture, Ariko Andikabina mengatakan bahwa beberapa negara sudah melarang asbes sebagai bahan bangunan karena risikonya yang dapat menganggu pernapasan dan dapat memicu kanker.

Ariko mengatakan, risiko itu termasuk semua jenis asbes yang digunakan sebagai bahan bangunan.

Meski begitu, menurutnya penggunaan asbes sebagai atap rumah masih banyak digunakan di Indonesia karena belum dilarang peredarannya.

"Penggunaan asbes (di Indonesia) itu banyak karena harga yang relatif lebih terjangkau dan cara pemasangan yang relatif lebih mudah," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

"Pelarangan penggunaan asbes masih terbatas pada kriteria yang terkait green building atau konsep bangunan yang ramah lingkungan. Padahal kriteria green building sifatnya voluntary," sambungnya.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah belum adanya aturan yang melarang secara wajib (mandatory) penggunaan material asbes tersebut.

Kalau pun ada standar dan pendekatan yang digunakan sebagai acuan salah satunya adalah rating tools greenship oleh GBCI.

"Tapi menggunakan rating tools itu kan pilihan, tergantung keinginan pemilik bangunan (voluntary) tidak diwajibkan (mandatory)," jelasnya.

Penggunaan asbes sebaiknya dihindari

Lebih lanjut Ariko menyampaikan, apabila memungkinkan, sebaiknya hindari penggunaan asbes untuk membangun rumah atau pun gedung.

"Sebenarnya jika memungkinkan hindari (jangan digunakan) untuk membangun baru. Ada pilihan material lainnya yang dapat dipertimbangkan," ungkapnya.

Namun, kata Ariko, apabila sudah terlanjut digunakan dan mungkin belum dapat diganti dalam waktu dekat, maka pemilik rumah atau bangunan dapat mempertimbangkan menggunakan lapisan tambahan untuk mencegah partikel asbestos terbang bebas dan terhirup pernapasan manusia.

Asbestos adalah mineral yang terdapat pada bebatuan dan dalam tanah. Asbestos dapat ditemukan pada bahan bangunan seperti asbes.

"Lapisannya bisa berupa plafon atau yang menyerupai plafon, sehingga partikel asbes dapat dilokalisir pada ruang yang tidak bersinggungan dengan aktivitas manusia," jelasnya.

Selain itu, dapat juga menggunakan pelapis seperti cat atau membran yang mampu mengikat atau mengurangi risiko partikel asbestos lepas dan terhirup.

Meski begitu, ke depannya harus tetap mempertimbangkan untuk mengganti material asbes dengan material lain yang lebih aman.

"Semakin berusia (asbes), semakin risiko partikelnya terbang bebas di udara," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/19/063000065/penggunaan-asbes-untuk-atap-rumah-disebut-berbahaya-benarkah

Terkini Lainnya

Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Tren
Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Tren
Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Tren
13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

Tren
7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

Tren
Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke