KOMPAS.com - Hampir 100 paus pilot bersirip panjang terdampar di pantai dekat kota Albany, Australia Barat, pada Selasa (25/7/2023).
Meski para relawan dan pakar satwa telah berjaga semalaman, sayangnya lebih dari 50 paus pilot terdampar tersebut tidak lagi dapat diselamatkan.
"51 paus telah mati dalam semalam setelah terdampar secara massal di Pantai Cheynes," kata Parks and Wildlife Service Australia, dikutip dari Guardian, Rabu (26/7/2023).
Kendati demikian, petugas bersama relawan akan terus mencoba untuk mengembalikan 46 paus yang masih hidup ke perairan dalam.
Bahkan, untuk alasan keamanan dan keselamatan, masyarakat pun diimbau untuk menjauh dari pantai.
Kawanan paus pilot bersirip panjang tersebut sebelumnya tampak berenang di Pantai Cheynes, sekitar 60 kilometer sebelah timur Albany, pada Selasa pagi.
Seiring waktu, gerombolan mamalia laut itu mulai bergerak mendekati pantai, yang memicu kekhawatiran petugas Departemen Keanekaragaman Hayati, Konservasi dan Atraksi setempat.
Hingga pada pukul 16.00 waktu setempat, sebagian besar garis pantai telah dipenuhi oleh paus yang terdampar.
Menjelang malam, petugas Parks and Wildlife Service termasuk dokter hewan dan pakar fauna laut pun tiba dan mendirikan tenda untuk bermalam sekaligus memantau kondisi kawanan paus.
Lantas, apa penyebab kawanan paus tersebut terdampar?
Menteri Lingkungan Australia Barat Reece Whitby mengatakan, terdamparnya paus pilot secara massal di Pantai Cheynes merupakan fenomena yang membuat frustasi.
Sebab, pihaknya masih belum mengetahui mengapa fenomena tersebut terjadi.
"Apa yang kami lihat benar-benar memilukan dan menyedihkan. Sungguh, tragedi yang mengerikan melihat paus pilot yang mati ini di pantai," katanya, diberitakan Aljazeera, Rabu.
Pakar satwa liar dari Macquarie University Vanessa Pirotta menjelaskan, paus pilot merupakan mamalia laut yang dikenal memiliki ikatan sosial kuat.
Oleh karenanya, jika satu paus mengalami kesulitan dan terdampar, paus lain akan cenderung mengikuti.
Bukan hanya itu, perilaku paus yang tidak biasa itu juga dapat mengindikasikan stres atau penyakit di dalam kawanan.
Menurut Pirotta, rekaman drone kemungkinan menunjukkan, paus telah mengalami disorientasi.
Namun, dia mengatakan, alasan atau penyebab pasti puluhan paus pilot tersebut terdampar masih belum jelas.
"Fakta bahwa mereka berada di satu area, sangat berkerumun, dan melakukan perilaku yang sangat menarik, dan sesekali melihat-lihat, menunjukkan bahwa ada hal lain yang terjadi yang tidak kita ketahui," terangnya.
Di sisi lain, sebenarnya terdapat sejumlah bahaya di daerah paus pilot terdampar, termasuk paus besar, hiu, ombak, mesin berat, serta kapal.
Kendati demikian, Pirotta berpendapat, tidak mungkin kawanan paus berusaha untuk menghindari pemangsa.
Pasalnya, kawanan paus pilot memiliki mentalitas untuk mengikuti pemimpin. Untuk itu, jika terdampar, umumnya tidak hanya satu paus pilot.
Sementara itu, peneliti paus dari Griffith University Olaf Meynecke mengatakan, lumba-lumba, porpoise, dan paus pilot merupakan mamalia laut paling rentan terdampar secara massal.
Menurutnya, paus adalah hewan dengan ikatan sosial tinggi yang akan mempertahankan hubungan "kekeluargaan" sejak lahir.
Meynecke menggambarkan, akan ada semacam efek riak yang dapat terjadi saat beberapa individu paus pilot mengalami stres.
"Stres tampaknya menumpuk. Mereka terikat sangat erat sehingga hampir seperti saling menekan satu sama lain," kata dia.
Adapun sebelum insiden ini, tepatnya pada awal 2018, lebih dari 130 paus dinyatakan mati terdampar massal di Teluk Hamelin, sebelah selatan Perth, Australia.
Jauh sebelumnya, pada 1996 di Dunsborough, sebanyak 320 paus pilot bersirip panjang terdampar.
Jumlah yang fantastis membuat insiden Dunsborough tersebut dinyatakan sebagai fenomena paus terdampar massal terbesar.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/27/203000865/lebih-dari-50-paus-mati-terdampar-di-australia-dengan-posisi-bergerombol