Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ujian Praktik SIM Zig-zag dan Angka 8 Dinilai Sudah Tidak Relevan, Pengamat: Seperti Akrobat

Pasalnya, peserta ujian harus berkendara di jalur berbentuk zigzag dan angka 8.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan menyindir manuver ujian praktik pembuatan SIM tersebut seperti permainan sirkus.

“Saya kira ini yang di sini kalau saya uji dengan tes yang ada ini mungkin dari 200 ini yang lulus paling 20, bener enggak?” kata Listyo Sigit, dilansir dari Kompas.com, Jumat (23/6/2023).

“Enggak percaya? Hari ini langsung saya bawa ke Daan Mogot, kalian langsung saya uji. Karena yang lolos dari situ pasti nanti lulus bisa jadi pemain sirkus,” lanjutnya sambil tertawa kecil.

Ia pun meminta agar ujian praktik SIM dipermudah agar tidak menyulitkan masyarakat.

Alasan ujian praktik SIM zigzag dan angka 8

Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus menjelaskan alasan ujian praktik SIM C harus zigzag dan melewati jalur angka 8.

"Misalnya, ada masyarakat pakai motor tiba-tiba di depannya ada lubang besar, karena sudah mahir, dia reflek langsung, refleknya tinggi," jelasnya kepada Kompas.com, Sabtu (29/10/2022).

Selain itu, tes ini juga diterapkan untuk melatih kelincahan, keseimbangan pengemudi kendaraan bermotor, serta tingkat kemahiran pengemudi.

Lantas, apa kata pengamat transportasi?

"Praktik untuk SIM sepertinya tidak relevan lagi, karena itu seperti akrobat," ujarnya kepada Kompas.com. Sabtu (24/6/2023).

Djoko bahkan menanyakan apa urgensi membuat jalur zigzag dan angka 8 untuk ujian praktik SIM. Ini karena jalan yang umum digunakan berkendara tidak berbelak-belok.

"Memangnya di jalan mau lincah, kan yang penting tertib berlalu lintas, jangan pakai bahu jalan dan trotoar," lanjutnya.

Menurut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut, tes praktik SIM seharusnya disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia dan jalan saat ini.

Selain itu, juga harus sesuai kondisi jalan di daerah yang sering digunakan untuk berkendara.

Ujian SIM yang sebaiknya diterapkan

Djoko menjelaskan, ujian praktik pembuatan SIM seharusnya memperhatikan sejumlah hal untuk diteskan kepada pengendara atau pengemudi.

Pertama, peserta pembuatan SIM perlu mengikuti sekolah mengemudi.

"Belajar tertib lalu lintas, sopan santun, etika di jalan, bagaimana di lampu merah, (dan) membunyikan klakson," lanjutnya.

Namun, ia juga menyoroti perlu adanya pengawasan agar sekolah mengemudi tidak memberikan layanan pembuatan SIM. Izin mengemudi tetap ke polisi.

Kedua, ia mendorong agar dilakukan tes pengemudi untuk semua pengendara kendaraan roda empat dan roda dua. Tes ini bukan hanya saat perpanjangan SIM.

"SIM bukan KTP. Tidak semua wajib mempunyai SIM. Kalau tes psikologisnya tidak membolehkan, ya jangan," tegasnya.

Selain itu, hal yang menurut Djoko lebih penting adalah melakukan edukasi terkait pendidikan berlalu lintas kepada anak sejak usia dini.

Hal ini dilakukan agar anak memiliki pemahaman mengenai berlalu lintas yang benar.

Ia juga menekankan agar kota-kota di Indonesia membuat taman lalu lintas yang bisa dilakukan untuk edukasi kepada anak.

"Tutup praktik jual beli SIM kalau pengen angka kecelakaan kita lebih rendah lagi," tambahnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/06/25/080000165/ujian-praktik-sim-zig-zag-dan-angka-8-dinilai-sudah-tidak-relevan-pengamat-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke