Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wacana Kartu Khusus untuk Bayar KRL, Akankah Efektif?

KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji penggunaan kartu khusus untuk bayar KRL.

Nantinya, kartu khusus untuk bayar KRL ini akan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

"Saat ini kami tengah mengkaji pilihan-pilihan kartu perjalanan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan kemampuan membayar," ujarnya, saat dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (28/12/2022).

Wacana kartu khusus untuk bayar KRL ini muncul untuk menyesuaikan besaran subsidi Public Service Obligation (PSO) supaya tarif KRL tetap terjangkau oleh masyarakat.

Pasalnya, selama ini tarif KRL masih mendapat subsidi negara lewat PSO.

Sementara itu, di tengah kenaikan biaya operasional KRL, pemerintah belum ada rencana untuk menaikkan tarif KRL.

Lantas, apakah wacana penggunaan kartu khusus untuk bayar KRL efektif?

Penjelasan pengamat

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan bahwa wacana kenaikan tarif KRL sudah muncul sejak 2018.

Djoko mengatakan, wacana kenaikan tarif KRL itu muncul lantaran tingginya jumlah penumpang KRL pada akhir pekan dan masa liburan yang mayoritas tujuannya untuk berwisata.

"Orang yang bekerja itu kalau Sabtu hanya 5 persen. Kalau hari Minggu hanya 3 persen," ujarnya, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Jumat (20/12/2022).

"Padahal yang namanya subsidi itu diberikan bagi orang yang rutin bekerja," imbuh Djoko.

Dari situlah mulanya muncul wacana untuk menaikkan tarif KRL mengingat besaran subsidi untuk KRL sangat besar.

"(Subsidi KRL itu) sampai Rp 40,5 triliun per tahun. Sementara subsidi yang lainnya kecil-kecil, daerah 3T saja cuma Rp 125 miliar," tutur dia.

Untuk mengalokasikan subsidi KRL agar sesuai sasaran, pemerintah mulai mempertimbangkan pemberian subsidi tarif KRL yang lebih besar bagi mereka yang tidak mampu. Begitupun sebaliknya.

Alokasi subsidi tarif KRL itu diberikan dengan memanfaatkan data base yang sudah ada.

"Jadi, bagi yang tidak mampu artinya dalam golongan tertentu, itu dapat subsidi yang lebih besar ketimbang yang mampu. Tapi tidak menghilangkan (subsidi)," terang Djoko.

"Karena apapun, masyarakat entah itu mampu maupun tidak mampu berhak naik KRL," tandas dia.

Setahun kemudian, yakni pada 2019, wacana tersebut kembali ditunda untuk diimplementasikan. Begitu pun pada 2020, karena terjadinya gelombang pandemi.

Kemudian di awal 2022, wacana kenaikan tarif itu kembali muncul. Saat itu, kenaikan tarif diusulkan naik Rp 2.000.

Di sisi lain, pemerintah sedang mempertimbangkan penggunaan kartu khusus untuk bayar KRL.

"Kalau saya pribadi, mikirnya bisa (menggunakan kartu khusus sesuai kemampuan)," kata Djoko.

"Cuma rumit dan ruwet," imbuh dia.

Djoko menuturkan bahwa penggunaan kartu khusus itu bisa saja dilakukan dengan mengacu pada data base kemiskinan yang sudah dimiliki.

Cara lainnya, bisa dengan kesadaran penumpang KRL yang mengusulkan (proaktif). Misalnya, dengan menyertakan slip gaji atau keterangan tidak mampu dari RT/RW setempat.

"Tapi memang perlu proseslah itu," jelas Djoko.

Di satu sisi, kenaikan tarif justru dinilai lebih sederhana untuk menekan subsidi KRL.

"Lebih baik kembali pada awal aja. Kenaikan Rp 2.000 itu lebih mudahlah," tandas dia.

Dengan begitu, besaran subsidi KRL bisa ditekan dan dialokasikan ke subsidi ke daerah lainnya mengingat KRL tidak hanya berada di Jabodetabek saja.

Bagaimanapun, keberadaan KRL di Jabodetabek memiliki kontribusi yang sangat besar untuk mengurai kemacetan arus lalu lintas yang sudah padat.

Tak hanya itu, produksi polusi udara juga bisa ditekan ketika masyarakat memutuskan untuk menggunakan KRL atau transportasi umum lainnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/30/132500165/wacana-kartu-khusus-untuk-bayar-krl-akankah-efektif-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke