Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Spiritualitas Bukan Identitas

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com – Sebelum era digital yang serba modern, kala orang-orang masih belum mengutamakan kehidupan duniawi, kita mau bercengkerama dengan alam. Tidak jarang kita selalu bangun pagi, bahkan lebih dulu dari matahari karena ingin memahami bahasa alam.

Pelan-pelan kita akan menyeduh kopi, menikmati suasana pagi, dan berbincang hangat dengan tetangga sekitar. Akan tetapi, sekarang ini sudah berubah, terlebih bila tinggal di pusat kota seperti Jabodetabek. Segalanya menjadi serba cepat.

Bangun pagi menjadi tuntutan karena ada beban. Perkembangan teknologi meningkat pesat, sementara kemanusiaan kian ditinggalkan. Nilai dan prinsip-prinsip lama dianggap kolot dan tidak lagi relevan. Belum lagi, semua masalah dianggap dapat selesai hanya dengan uang.

Reza Wattimena, seorang Peneliti dan Doktor Filsafat, menjelaskan pentingnya memenuhi kebutuhan spiritual dalam siniar Beginu bertajuk “Kebutuhan Spiritual untuk Menghadapi Tantangan Dunia” yang dapat diakses melalui tautan berikut https://dik.si/BeginuSpiritual.

Nyatanya, bila berbicara mengenai spiritual yang kadang dan tak jarang kita memang berada pada wilayah abu-abu. Mungkin itu yang menyulitkan.

Sastrawan kerap menginterpretasikan spiritual secara puitis atau narasi yang penuh metafora, seperti pada Serat Wedhatama yang mengungkapkan kegelisahan dan pergulatan batin manusia.

Serat Wedhatama sendiri ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV di kala tradisi dan nilai-nilai lokal mulai terluka oleh perubahan zaman.

Dalam 100 bait Serat Wedhatama, kita akan mengenal seseorang yang menganggap dirinya bodoh karena tidak pandai berbahasa Arab, bahkan bahasa Jawanya tidaklah sempurna.

Akan tetapi, ia tetap belajar. Mencoba berguru pada agama-agama yang dikenalkan para pendatang. Sayangnya, ia tetap merasa bodoh. Ia tak akrab dengan ajaran baru. Akhirnya, ia memilih berpegang pada yang digariskan leluhur.

Karena menurutnya, Yang Ilahi akan datang dan menolong tanpa batasan ruang dan waktu. Tidak pada orang-orang yang pamer hafal ayat atau tak sabar memamerkan penafsiran dengan pengetahuan terbatas. Sikap kesehariannya itulah yang mendekatkan dirinya pada religiositas.

Bukan beragama, tetapi seperti berkompetisi, merasa dirinya paling benar seakan-akan sedang berkompetisi. Keadaan inilah yang dirisaukan pengarang dalam Serat Wedhatama.

Di kala beragama bukan sebagai tindak mendekatkan diri pada Yang Ilahi, melainkan sebagai identitas menganggap yang lain sebagai kesalahan.

Hidup dengan Penghayatan

Mungkin ada baiknya kita hidup dengan menarik diri dari konsep waktu yang diciptakan manusia.

Pendek kata, sehari bukanlah 24 jam dan tidak ada perayaan tahun baru. Dengan begitu, kita dapat menerima dan merasakan isyarat Tuhan yang datang dari mana-mana dan tanpa penghalang. Karena isyarat-isyaratnya tak dapat dirumuskan dan bersifat universal.

Pasalnya, tidak ada yang boleh merasa superior di kala berbicara mengenai religiositas. Tidak boleh juga ada seseorang yang membuat klaim dirinya paling dekat dengan Tuhan, bahkan menggunakan nama-Nya demi memiliki kekuasaan.

Bila demikian, berarti ada yang salah dalam cara beragamanya.

Belajar dari Tokoh Fiksi

Dalam Sampar, Albert Camus mengalegorikan tentara-tentara Nazi sebagai tikus yang menyerbu orang-orang di Kota Oran. Berawal dari tikus-tikus yang mati di jalanan kota, masyarakatnya pun terkena sampar. Akan tetapi, benarkah tikus dan sampar hanya sebatas tentara Nazi?

Mungkin ada yang lain, seperti masyarakat Kota Oran yang runtuh dan luluh-lantak, tetapi pemerintah menyembunyikan kenyataan di belakang kalimat-kalimat birokratis, koran-koran selalu memberikan penghiburan, sementara tikus-tikus berserakan.

Akhirnya, dr. Rieux (tokoh dalam novel) yang tersisa dan menyadari bahwa sampar tidak akan pernah hilang. Dia tahu itu karena berusaha sebaik-baiknya mengobati para pasien sakit, sementara nyawanya pun selalu berada di ujung tanduk.

Apa yang menyebabkan dia bertindak mau menolong, selain kemanusiaan tanpa mengutarakan dirinya adalah kepanjangan tangan Tuhan?

Jelas, banyak yang mencemooh dr. Rieux juga Albert Camus sebagai penciptanya. Tidak sedikit juga yang menyebut Camus sebagai “Santo Camus” karena menolak dunia politik dan lebih memilih tempat teduh dalam kemanusiaan.

Akan tetapi, kesusastraan, seperti Serat Wedhatama atau Sampar memang kadang seperti orang suci yang dapat memberi wejangan kehidupan, kadang juga tertuduh munafik.

Oleh karena itu, karya Agan ini dapat juga dilihat sebagai kritik atas masyarakat yang dapat dengan mudah percaya berita bohong tanpa mau melakukan validasi kesahihannya.

Masih banyak informasi perihal spiritualitas dari Reza Watimena. Simak obrolan lengkapnya dalam siniar BEGINU bertajuk “Kebutuhan Spiritual untuk Menghadapi Tantangan Dunia” di Spotify.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap episode terbaru yang tayang pada Senin, Rabu, dan Jumat!

https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/02/210000665/spiritualitas-bukan-identitas

Terkini Lainnya

5 Poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Kritik Pemilu dan Peluang Puan Jadi Ketum PDI-P

5 Poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Kritik Pemilu dan Peluang Puan Jadi Ketum PDI-P

Tren
Mengaku Tidak Bunuh Vina, Pegi Tetap Terancam Hukuman Mati

Mengaku Tidak Bunuh Vina, Pegi Tetap Terancam Hukuman Mati

Tren
Kronologi Penangkapan DPO Caleg PKS di Aceh Tamiang, Diamankan Saat Belanja Pakaian

Kronologi Penangkapan DPO Caleg PKS di Aceh Tamiang, Diamankan Saat Belanja Pakaian

Tren
Cara Meluruskan Arah Kiblat Saat Matahari di Atas Kabah Hari Ini

Cara Meluruskan Arah Kiblat Saat Matahari di Atas Kabah Hari Ini

Tren
18 Tahun Silam Yogyakarta Diguncang Gempa M 5,9, Ribuan Orang Meninggal Dunia

18 Tahun Silam Yogyakarta Diguncang Gempa M 5,9, Ribuan Orang Meninggal Dunia

Tren
Apa yang Terjadi jika Tidak Membayar Denda Tilang Elektronik?

Apa yang Terjadi jika Tidak Membayar Denda Tilang Elektronik?

Tren
4 Pilihan Ikan Tinggi Seng, Bantu Cegah Infeksi Penyakit

4 Pilihan Ikan Tinggi Seng, Bantu Cegah Infeksi Penyakit

Tren
5 Update Pembunuhan Vina: Pegi Bantah Jadi Pelaku dan Respons Keluarga

5 Update Pembunuhan Vina: Pegi Bantah Jadi Pelaku dan Respons Keluarga

Tren
Batas Usia Pensiun Karyawan Swasta untuk Hitung Uang Pesangon Pensiunan

Batas Usia Pensiun Karyawan Swasta untuk Hitung Uang Pesangon Pensiunan

Tren
Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Apa Saja?

Tanda Kolesterol Tinggi yang Sering Diabaikan, Apa Saja?

Tren
Air Rendaman dan Rebusan untuk Menurunkan Berat Badan, Cocok Diminum Saat Cuaca Panas

Air Rendaman dan Rebusan untuk Menurunkan Berat Badan, Cocok Diminum Saat Cuaca Panas

Tren
Prakiraan BMKG: Ini Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 27-28 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Ini Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 27-28 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

[POPULER TREN] Taruna TNI Harus Pakai Seragam ke Mal dan Bioskop? | Apa Tugas Densus 88?

Tren
Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Berencana Tinggal di Bulan, Apa yang Akan Manusia Makan?

Tren
Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiannya Diikuti Ratusan Orang

Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiannya Diikuti Ratusan Orang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke