KOMPAS.com - Sebuah video menampilkan beberapa pendaki yang disebut terjebak hujan es di puncak Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, viral di media sosial pada Minggu (19/6/2022).
"Sabtu sore kemarin, beberapa pendaki terjebak hujan es dipenghujung puncak gede, Sabtu 18 Juni 2022, 16:56 WIB
Kalian udah jumpa hujan es tahun ini?" tulis akun Instagram @mountnesia.
Adapun video singkat itu merupakan video milik akun Instagram Muhammad Ilyas, @muhiiel_.
Lalu, bagaimana kronologi atau kisah pendaki saat terjebak hujan es, dan penjelasan BMKG mengenai kondisi cuaca tersebut?
Tidak bawa jas hujan
Saat dikonfirmasi, Ilyas mengatakan bahwa saat itu dia terjebak di puncak Gunung Pangrango bersama kedua temannya.
"Waktu terjebak di ujung puncak hanya ada saya dan kedua sahabat saya, kami juga bingung karena kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi," ujar Ilyas saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/6/2022).
Ia mengaku, ketika hujan es turun, mereka tidak membawa jas hujan, payung, dan perlengkapan pelindung hujan.
Oleh karena itu, di cuplikan video yang beredar di media sosial terlihat dua orang pendaki basah kuyup dan seorang pendaki berjongkok saat hujan es datang.
Ketika ditanya mengenai suhu udara, Ilyas mengaku tidak tahu.
"Suhu di sana saya kurang tahu," lanjut dia.
Potensi hipotermia
Seperti diketahui, gangguan yang terkadang dialami oleh pendaki saat cuaca ekstrem yakni hipotermia.
Hipotermia adalah keadaan medis darurat yang terjadi saat tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada menghasilkan panas.
Hal ini menyebabkan suhu tubuh menjadi sangat rendah. Suhu normal tubuh manusia adalah sekitar 37 derajat celcius. Saat tubuh menghalami hipotermia, suhu akan turun hingga di bawah 35 derajat celcius.
Kondisi ini berbahaya karena dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih. Komplikasi akibat penurunan suhu drastis ini dapat mengancam nyawa.
"Untuk upaya agar tidak hipotermia, kami saling mensupport satu sama lain aja dan tidak lupa berdoa meminta perlindungan kepada yang Maha Kuasa," ujar Ilyas.
Penjelasan BMKG
Sub Koordinator Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ida Pramuwardani mengatakan bahwa hujan es memang kerap terjadi di daerah pegunungan atau dataran tinggi.
Namun tidak menutup kemungkinan hujan es juga dapat terjadi di dataran rendah.
"Hujan es ini bersifat lokal, dalam waktu singkat tidak lebih dari 10 menit dan terjadi bersamaan dengan adanya awan Cumulunimbus," ujar Ida saat dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com, Senin (20/6/2022).
Ida menjelaskan, hujan es adalah salah satu endapan yang terdiri dari es padat yang terbentuk dari awan cumulonimbus.
"Hujan es terbentuk saat uap air yang ada di dalam awan kumulonimbus menjadi tetesan air kecil yang kemudian terdorong ke atas akibat pengangkatan dalam awan ke lingkungan yang sangat dingin (suhu < 0 °C) sehingga membeku menjadi partikel es," jelas Ida.
Partikel es ini kemudian akan saling bertabrakan dan bersatu sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
Hujan es kemudian turun ketika aliran udara naik pada awan tidak dapat lagi menopang berat es atau gaya dorong ke atas melemah sehingga partikel es jatuh.
Imbauan BMKG soal hujan es
Sementara itu, Ida mengimbau kepada masyarakat yang khususnya mengalami fenomena hujan es, untuk:
https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/20/180000765/viral-video-pendaki-terjebak-hujan-es-di-gunung-gede-pangrango