Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Luhut Yakin Pilkada Tak Jadi Klaster Baru Covid-19, Epidemiolog: Tidak Ada yang Bisa Menjamin

Menurut Luhut, Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu akan membuat aturan yang lebih tegas untuk mencegah timbulnya kerumunan.

Luhut menyebutkan, sejumlah ketentuan akan diubah dalam aturan Pilkada Serentak 2020, misalnya, pada masa kampanye nanti.

Hal itu disampaikan Luhut dalam acara Mata Najwa, Rabu (23/9/2020). Kompas.com telah meminta izin Najwa Shihab untuk mengutip hasil wawancaranya dengan Luhut.

Tidak ada jaminan

Menanggapi pernyataan Luhut, ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai, tidak ada yang bisa menjamin penyelenggaraan pilkada tidak akan memicu penularan Covid-19. 

"Tidak ada jaminan soal keyakinan Pak Luhut itu. Sekali lagi, enggak ada jaminan walau sudah dibuat aturan seaman mungkin, saya kira partai-partai tidak akan mengikuti atau menerapkan aturan itu," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

"Memangnya mau diikuti aturannya? Dibaca juga enggak. Memang ketua partai mau mengikuti aturan? Enggak juga. Ini semua kan demi kekuasaan saja," lanjut Pandu.

Sejak awal, ia berpandangan agar pelaksanaan pilkada ditunda sementara waktu. Namun, pemerintah menyatakan tidak ada penundaan pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. 

"Saya sedari awal kan sudah menentang, minta pilkada ini ditunda dulu. Saya enggak percaya sama dia. Superman saja enggak bisa menjamin, apalagi Pak Luhut," kata Pandu.

Kondisi di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan negara lain yang dianggap sukses menyelenggarakan pesta demokrasi di masa pandemi.

Negara-negara itu, seperti Singapura, sudah berhasil mengendalikan penyebaran virus corona.

Menurut dia, muncul narasi bahwa tidak ada yang tahu kapan pandemi ini kapan berakhir,. Hal ini pula yang dijadikan argumentasi kuat bahwa pilkada harus tetap berjalan.

"Tapi Jubir Presiden mengatakan, tidak ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir, ya betul. Pandemi ini berakhirnya lama. Mungkin 3-5 tahun, Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya itu, pandeminya belum terkendali," jelas Pandu.

Ia mengatakan, pemerintah juga harus memperhatikan keamanan dan keselamatan rakyat, yang sama pentingnya dengan hak konstitusi.

Ada beberapa hal yang harus jadi perhatian jika pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi.

Pertama, tingkat partisipasi akan rendah karena masyarakat takut untuk keluar.

Kedua, kemungkinan terburuk akan ada calon kepala daerah yang terinfeksi Covid-19.

"Sekarang saja kan ada beberapa yang tidak bisa ikut prosesi pengundian nomor urut karena positif Covid-19 dan harus diisolasi sehingga tidak optimal kan," kata Pandu.

Tak hanya para pasangan calon, panitia pemungutan suara baik dari KPU, Bawaslu dan pihak-pihak terkait lainnya dimungkinkan ikut terpapar Covid-19 karena mereka yang bertugas di lapangan.

Dari sederet kekhawatiran di atas, menurut dia, dapat membuat kualitas pilkada menjadi tidak sesuai harapan dan tidak optimal.

"Jadi kualitas pilkadanya tidak sesuai dengan harapan kita bersama karena situasinya dimana pandeminya belum terkendali. Saya ucapkan lagi, pandeminya belum terkendali," kata andu.

Jika pandemi sudah terkendali, pemerintah harus mencabut kedaruratan kesehatan.

Selama darurat kesehatan belum dicabut, Pandu menyarankan lebih baik pilkada ditunda.

"Kalau benar (pilkada) akan dilakukan, potensi penularan akan meningkat," kata Pandu.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/26/080600365/luhut-yakin-pilkada-tak-jadi-klaster-baru-covid-19-epidemiolog-tidak-ada

Terkini Lainnya

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke