Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Negara-negara Didesak Lebih Kuat Hentikan Informasi Berbahaya

KOMPAS.com - Negara-negara diminta mendukung penyebaran informasi yang akurat dan memerangi penyebaran misinformasi dan disinformasi.

Informasi yang akurat ini dalam arti informasi berdasarkan ilmu pengetahuan dan bukti.

Hal ini dibahas dalam webinar di sela-sela sidang umum PBB ke-75. Di dalamnya duduk WHO, PBB, UNICEF, UNAIDS, UNDP, UNESCO, International Telecommunication (ITU), inisiatif UN Global Pulse, dan IFRC. Terlibat juga pemerintah Indonesia, Thailand, dan Uruguay.

Media dan media sosial, peneliti, ahli teknologi, pemimpin masyarakat sipil, dan influencer diminta untuk berkolaborasi dengan sistem PBB dan negara anggota PBB dalam menyebarkan informasi akurat serta mencegah penyebaran misinformasi dan disinformasi.

WHO dan mitranya juga mendesak negara-negara untuk terlibat dan mendengarkan komunitas mereka saat negara itu mengembangkan rencana aksi nasional. Negara juga diminta memberdayakan komunitas untuk membangun kepercayaan dan ketahanan terhadap informasi palsu.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan segera setelah virus menyebar di dunia, pesan yang tidak akurat dan bahkan berbahaya menyebar liar di media sosial, membuat orang bingung, tersesat, dan keliru.

"Inisiatif kami yang disebut terverifikasi adalah memerangi informasi yang salah dengan kebenaran," kata Guterres dalam siaran pers yang diterbitkan WHO, Rabu (23/9/2020).

Menurutnya, inisiatif tersebut bekerja dengan mitra media, individu, influencer, dan platform media sosial untuk menyebarkan konten yang mempromosikan sains, menawarkan solusi, dan menginsipirasi solidaritas.

"Ini menjadi sangat penting karena kami berupaya membangun kepercayaan publik terhadap keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19 di masa mendatang. Kami membutuhkan 'vaksin rakyat' yang terjangkau dan tersedia untuk semua," ujar Guterres.

Director-General WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan misinformasi dan disinformasi membahayakan kesehatan dan nyawa serta merusak kepercayaan pada sains, dalam institusi dan dalam sistem kesehatan.

“Untuk melawan pandemi, kami butuh kepercayaan dan solidaritas. Ketika ada ketidakpercayaan, solidaritas jauh berkurang. Informasi palsu menghalangi respons terhadap pandemi. Jadi, kita harus bekerja sama untuk melawannya dan mempromosikan saran kesehatan publik berbasiskan sains," katanya.

Memerangi Infodemik

Seruan WHO ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan mendesak dalam mengelola infodemik di saat pandemi Covid-19. Pandemi ini menciptakan ketidakpastian dan kecemasan.

Covid-19 adalah pandemi pertama dalam sejarah ketika teknologi dan media sosial digunakan dalam skala besar untuk membuat orang tetap aman, terinformasi, produktif dan terhubung.

Namun, di saat yang sama, infodemik timbul dan merusak respons global serta membahayakan langkah-langkah pengendalian pandemi.

Infodemik adalah informasi yang melimpah, baik online maupun offline.

Infodemik mencakup upaya yang disengaja untuk menyebarkan informasi yang salah dengan tujuan melemahkan respons kesehatan masyarakat dan memajukan agenda alternatif dari kelompok dan individu.

WHO menyatakan, misinformasi dan disinformasi dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental orang, meningkatkan stigmatisasi, mengancam kesehatan, dan mengarah pada ketaatan yang buruk terhadap kesehatan masyarakat.

Dengan begitu, misinformasi dan disinformasi dapat mengurangi keefektifan dan membahayakan kemampuan negara untuk menghentikan pandemi.

WHO menilai misinformasi menelan korban jiwa. Tanpa kepercayaan yang tepat dan informasi yang benar serta tidak digunakannya tes diagnostik, kampanye untuk mempromosikan vaksin yang efektif tidak akan memenuhi targetnya. Virus pun akan terus berkembang.

Tak hanya itu, disinformasi mempolarisasi debat publik tentang topik yang terkait dengan Covid-19, memperkuat ujaran kebencian, serta mempertinggi risiko konflik, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Disinformasi juga mengancam prospek jangka panjang untuk memajukan demokrasi, HAM, dan kohesi sosial.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/25/071500665/negara-negara-didesak-lebih-kuat-hentikan-informasi-berbahaya-

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke