Pada awalnya, Prohibition Act dapat menurunkan jumlah penangkapan karena mabuk dan menurunkan tingkat konsumsi minuman beralkohol hingga 30 persen.
Dalam pelaksanaannya, Prohibition Act tidak berjalan mulus. Undang-undang ini ketat diterapkan di daerah pedesaan, tetapi sangat longgar di perkotaan.
Alih-alih memberantas minuman keras, undang-undang ini justru melahirkan gerakan bawah tanah dan perlawanan.
Orang-orang yang tetap ingin mengonsumsi minuman keras, menempuh berbagai cara hingga memunculkan kejahatan terorganisir.
Dengan permintaan akan alkohol yang tetap tinggi, jaringan produksi dan distribusi ilegal berkembang pesat. Produksi minuman keras di rumah-rumah juga menjamur.
Minuman keras yang diselundupkan dijual di speakeasy, yakni kelab malam yang menjual minuman beralkohol ilegal, yang menjamur di daerah perkotaan dan menjadi pusat aktivitas sosial serta perlawanan terhadap pemerintah.
Baca juga: Townshend Act: Latar Belakang, Tujuan, Dampak, dan Pencabutan
Prohibition Act juga mendorong maraknya aktivitas kriminal terkait penyelundupan minuman keras dan memicu peningkatan kekerasan yang melibatkan gangster.
Suap, pemerasan, dan kolusi antara pejabat dan elemen kriminal pun merajalela karena pihak berwenang kesulitan menegakkan hukum.
Dari segi ekonomi, pemerintah sebenarnya merugi karena kehilangan pendapatan dari pajak penjualan minuman beralkohol.
Pabrik bir dan minuman keras yang terpaksa ditutup, menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan bermuara pada ketidakstabilan ekonomi.
Meningkatnya penyelundupan minuman keras, menjamurnya speakeasi, dan meningkatnya kekerasan geng serta kejahatan terorganisir, menyebabkan sentimen publik terhadap Prohibition Act, berubah pada akhir 1920-an.
Kondisi itu, ditambah dampak ekonomi dan sosial yang semakin nyata bagi masyarakat maupun pemerintah, masih diperparah dengan era Depresi Hebat (The Great Depression) yang melanda AS.
Baca juga: The Great Depression, Krisis Ekonomi Terparah dalam Sejarah
Alhasil, muncul tuntutan untuk mencabut Prohibition Act dan kembali melegalkan industri minuman keras.
Pada awal 1933, Kongres mengadopsi resolusi yang mengusulkan Amandemen ke-21, yang akan mencabut amandemen ke-18.
Amandemen ke-21 diratifikasi pada 5 Desember 1933, yang secara praktis menghapuskan Prohibition Act.
Referensi: