Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Akhir Perjalanan Hidup Pangeran Samudro di Gunung Kemukus

Kompas.com - 14/12/2023, 19:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pangeran Samudro merupakan salah satu tokoh bersejarah yang memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Indonesia, khususnya pada masa kerajaan Demak.

Makam Pangeran Samudro berada di Gunung Kemukus dan menjadi tempat ziarah spiritual yang terus dilestarikan hingga kini.

Bagaimana kehidupan dan peran Pangeran Samudro serta misteri yang mengelilingi makamnya di Gunung Kemukus?

Kehidupan awal dan pendidikan agama

Pangeran Samudro merupakan anak angkat raja terakhir Majapahit, Raja Kertabumi Bhre Wirabhumi, yang berkuasa pada akhir abad ke-15.

Ibunya, Dewi Ontrowulan, juga merupakan ibu dari Raden Damarwulan.

Saat Kerajaan Majapahit mengalami kejatuhan, Pangeran Samudro tidak mengikuti saudara-saudaranya yang melarikan diri.

Sebaliknya, dia dan ibunya pergi ke Demak Bintoro bersama Sultan Demak. Saat itu, Pangeran Samudro berusia 18 tahun.

Di Demak, Pangeran Samudro mendapatkan pembimbingan dalam ilmu agama dari Sunan Kalijogo.

Baca juga: Dibenahi, Objek Wisata Religi Gunung Kemukus yang Dikotori Ritual Seks

Misi menyatukan saudara-saudara

Setelah merasa cukup dewasa dan mendapatkan pendidikan yang memadai, Pangeran Samudro diperintahkan oleh Sultan Demak melalui Sunan Kalijogo, untuk mempelajari Islam dari Kyai Ageng Gugur di Desa Pandan Gugur, lereng Gunung Lawu.

Selain itu, Sultan Demak juga memberi amanat kepada Pangeran Samudro untuk menyatukan saudara-saudaranya yang telah tersebar.

Pengungkapan identitas dan persatuan

Selama proses belajar, Pangeran Samudro tidak mengetahui bahwa Kyai Ageng Gugur adalah saudaranya sendiri.

Akan tetapi, setelah Pangeran Samudro dianggap memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam, Kyai Ageng Gugur akhirnya mengungkapkan identitas sebenarnya.

Hal ini mengejutkan Pangeran Samudro dan dia teringat akan tugas Sultan Demak untuk menyatukan saudaranya.

Akhirnya, Pangeran Samudro membagikan amanat tersebut. Kyai Ageng Gugur juga setuju untuk bersatu kembali dan berkontribusi dalam membangun Kerajaan Demak.

Baca juga: Perang Saudara di Kerajaan Demak

Perjalanan dan peristirahatan terakhir

Setelah menyelesaikan proses pembelajaran dan mencapai tujuan awalnya, Pangeran Samudro dan dua abdinya kembali ke Demak.

Mereka berjalan ke arah barat dan berhenti untuk beristirahat di Dukuh Gondang Jenalas (sekarang termasuk wilayah Gemolong).

Di sinilah mereka bertemu dengan seseorang bernama Kyai Kamaliman yang berasal dari Demak.

Pangeran Samudro berencana menetap sementara untuk menyebarkan Islam di tempat tersebut.

Namun, di tempat ini, Pangeran Samudro tiba-tiba jatuh sakit. Meskipun dalam keadaan sakit, perjalanan tetap dilanjutkan hingga mencapai Dukuh Doyong, wilayah kecamatan Miri.

Kondisinya semakin memburuk sehingga Pangeran Samudro memerintahkan salah satu abdinya untuk segera mengabarkan kondisi penyakitnya kepada Sultan Demak.

Baca juga: Sandiaga Uno Sebut Menyimpang, Stigma Gunung Kemukus sebagai Tempat Ritual Seks

Ziarah dan misteri Gunung Kemukus

Sultan Demak sangat mengharapkan kembalinya Pangeran Samudro beserta para abdinya.

Namun, takdir telah memutuskan sebaliknya dan ajal lebih dulu menjemput Pangeran Samudro.

Oleh karena itu, Sultan Demak memberikan perintah untuk menguburkan jenazah Pangeran Samudro di bukit arah barat laut dari tempat ia meninggal.

Sultan berharap bahwa tempat tersebut akan menjadi tempat yang dihormati dan dijadikan tauladan oleh penduduk setempat.

Gunung Kemukus adalah lokasi makam Pangeran Samudro yang menjadi pilihan abdinya.

Sebelum pemakaman dilakukan, pemilik lahan di sekitar wilayah tersebut sepakat untuk mendirikan desa baru di lokasi bekas peristirahatan Pangeran Samudro.

Desa ini diberi nama Dukuh Samudro yang hingga kini dikenal dengan nama Dukuh Mudro.

Awalnya, makam ini sangat sepi dan jarang dikunjungi karena berada di tengah hutan belantara dan merupakan habitat binatang buas.

Namun, seiring berjalannya waktu, daerah tersebut mulai dihuni penduduk dan kisah Pangeran Samudro mulai tersebar luas.

Baca juga: Raden Patah, Raja Pertama Kerajaan Demak

Sendang Ontrowulan

Setelah mendapat pemberitahuan dari Abdi Dalem Pangeran Samudro, Sultan Demak lalu memberitahu ibunya, Raden Ayu Ontrowulan, tentang meninggalnya sang pangeran.

Ibu Pangeran Samudro sangat terkejut oleh kabar tersebut dan memutuskan untuk pergi ke makam putranya.

Ketika tiba di lokasi permakaman, ibunda Pangeran Samudro segera meletakkan dirinya di tanah sambil memeluk pusara yang amat dicintainya.

Saat itu, ia merasa seolah-olah bertemu kembali dengan putranya dalam dimensi spiritual.

Dalam pertemuan ini, perasaan ibunda Pangeran Samudro dipenuhi kesedihan dan ia pun bertanya mengapa putranya meninggalkannya begitu tiba-tiba.

Pangeran Samudro menjawab, "Oh, ibunda, kita tidak dapat bersatu lagi dalam bentuk jasmani. Ibu harus membebaskan rohmu dari tubuh dan menjalani upacara penyucian di Sendang yang tidak jauh dari sini".

Setelah menyampaikan pesan ini, Pangeran Samudro tiba-tiba menghilang.

Selanjutnya, ibunda Pangeran Samudro mengikuti nasihat putranya dan menuju Sendang, tempat di mana ia menjalani upacara penyucian.

Setelah upacara selesai, rambut ibu ini yang telah terurai dikibaskan dan bunga-bunga penghias rambutnya jatuh ke tanah, kemudian tumbuh menjadi pohon-pohon Nagasari di sekitar lokasi tersebut.

Tempat penyucian Raden Ayu Ontrowulan diberi nama Sendang Ontrowulan sebagai tanda penghormatan terhadap peristiwa tersebut.

Kini, sendang tersebut menjadi salah satu tempat yang menjadi bagian dari perjalanan spiritual di Gunung Kemukus.

Baca juga: Lintang Kemukus dan Mitos yang Mengikutinya, Begini Penjelasan Sains

Tradisi ziarah

Di atas bukit tempat Pangeran Samudro dimakamkan, kabut hitam sering muncul menjelang musim hujan atau kemarau. Karena fenomena ini, penduduk setempat menyebut bukit itu sebagai Gunung Kemukus.

Masyarakat di sekitar Gunung Kemukus meyakini bahwa hari yang tepat untuk berziarah adalah malam Jumat Pon, berdasarkan kisah penemuan pusaka Kotang Ontokusumo oleh Sultan Demak pada hari tersebut.

Oleh karena itu, malam Jumat Pon dijadikan waktu puncak tahlilan atau doa bersam.

Bahkan hingga kini, banyak orang datang untuk berziarah ke makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus pada malam Jumat Pon.

Pesan ziarah yang ada di makam Pangeran Samudro adalah "Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sleweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhako dhemene kaya dene yen arep nekani marang panggonane dhemnane" (Kagjawan, Yogyakarta: Oktober 1934).

Inti dari pesan itu adalah peziarah diminta untuk selalu menjaga ketulusan hati dan niat yang suci dalam melakukan perjalanan hidup.

Referensi:

  • Levenda, P. (2011). Tantric temples: Eros and magic in Java. Nicolas-Hays, Inc..

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com