KOMPAS.com - Zainal Mustafa adalah pemimpin sebuah pesantren yang berada di Tasikmalaya.
Selain itu, ia juga merupakan seorang pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang berani melakukan perlawanan terhadap Jepang pada 1944.
Bagaimana bentuk perlawanan KH Zainal Mustafa terhadap Jepang?
Baca juga: KH Zainal Mustafa, Pemimpin Perlawanan Rakyat Singaparna
Sejak Jepang menduduki Indonesia pada 1942, KH Zainal Mustafa sudah menunjukkan ketidaksukaannya.
KH Zainal Mustafa menentang keras pelaksanaan seikerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan cara menundukkan badan.
Ia memegang teguh keyakinannya bahwa praktik seikerei ini termasuk bentuk menduakan Tuhan atau yang dalam ajaran Islam disebut musyrik.
Selain itu, Mustafa juga sangat menolak adanya romusha (kerja paksa).
Sebab, menurut Mustafa, romusha sangat tidak manusiawi dan merusak martabat bangsa Indonesia.
Dalam melawan tentara Jepang, KH Zainal Mustafa membentuk pasukan tempur sukamanah pada 25 Februari 1944.
Pasukan ini melakukan perlawanan terhadap Jepang dengan cara menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, melakukan sabotase, dan memutus kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi.
Untuk melancarkan aksinya ini, Mustafa juga meminta para santrinya untuk membuat bambu runcing dan golok sekaligus berlatih silat.
Namun sayangnya, rencana pemberontakan Mustafa berhasil diketahui oleh Jepang.
Pihak Jepang kemudian berniat untuk menangkap KH Zainal Mustafa karena dianggap mengancam keberadaan mereka di Indonesia.
Akan tetapi, aksi penangkapan itu berujung kegagalan.
Baca juga: Zainal Mustafa: Latar Belakang dan Perlawanan terhadap Penjajah
Justru mereka ditahan di kediaman KH Zainal Mustafa dan baru dibebaskan pada 25 Februari 1944.
Masih di hari yang sama, pukul 13.00, datang empat opsir Jepang yang meminta Mustafa segera menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya.
Namun, Mustafa dengan tegas menolak permintaan tersebut sehingga terjadilah kerusuhan.
Dalam peristiwa ini, sebanyak tiga opsir Jepang tewas di tempat dan satu orang dibiarkan hidup untuk menyampaikan pesan ultimatum Mustafa kepada Jepang.
Lewat ultimatum itu, Mustafa meminta pihak Jepang untuk memerdekakan Pulau Jawa.
Akibatnya, perang pecah antara Jepang dengan KH Zainal Mustafa beserta para santrinya.
Meskipun pada awalnya pasukan ini unggul, pada akhirnya KH Zainal Mustafa berhasil ditangkap oleh Jepang.
KH Zainal Mustafa dinyatakan bersalah dan dieksekusi pada 25 Oktober 1944.
Referensi: