Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Soeharto dalam Memperbaiki Politik Luar Negeri Era Orde Baru

Kompas.com - 16/11/2023, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Soeharto memimpin Indonesia pada era Orde Baru selama 32 tahun, terhitung sejak 1966 hingga 1998.

Sewaktu menjabat sebagai presiden, Soeharto telah mengubah beberapa kebijakan, salah satunya adalah politik luar negeri.

Pada masa Orde Baru, Soeharto mengubah politik luar negeri dari penuh konflik menjadi kompromi. Salah satu langkahnya adalah memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan.

Baca juga: Tujuan Orde Baru

Kebijakan politik luar negeri era Orde Baru

Pemerintah Orde Baru menetapkan kebijakan politik luar negeri pada 1966 dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966.

Penetapan kebijakan politik luar negeri Orde Baru ini dimaksudkan untuk memperbaiki pelaksanaan politik luar negeri pada era Orde Lama yang bisa dikatakan cukup dipenuhi dengan konflik, seperti keluarnya Indonesia dari PBB pada 31 Desember 1964.

Hal ini juga sesuai dengan pidato Presiden Soeharto dalam Sidang DPR-GR pada 16 Agustus 1967.

Di dalam sidang itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa politik luar negeri harus bebas-aktif.

Artinya, bebas menetapkan pandangan dan sikap terhadap masalah-masalah internasional, dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial.

Adapun kebijakan politik luar negeri pada era Orde Baru adalah:

  1. Memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan
  2. Indonesia kembali bergabung sebagai anggota PBB
  3. Memperbaiki hubungan diplomatik

Baca juga: Apa Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok (GNB)?

Memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan

Pada era Orde Lama, terjadi masalah-masalah yang dihadapi negara-negara bekas koloni Barat yang baru saja berkembang, seperti Indonesia dan India.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia pun ikut terlibat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok (KTT Non-Blok).

KTT Non-Blok adalah konferensi tingkat tinggi yang dilakukan oleh negara-negara yang menganut prinsip politik tidak terikat oleh salah satu blok atau yang bersikap netral.

Sebab, pada tahun 1950-an, Perang Dingin sedang berlangsung, sehingga negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan mereka untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota lewat KTT Non-Blok.

Selain itu, upaya Indonesia dalam memperbaiki hubungan bilateral dan kawasan adalah dengan mengirimkan Kontingen Garuda.

Kontingen Garuda adalah pasukan TNI yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain.

Indonesia mulai mengirimkan pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957 sampai saat ini.

Tujuan utama pengiriman Kontingen Garuda adalah Indonesia ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia.

Baca juga: Kontingen Garuda, Pasukan Perdamaian Indonesia

Indonesia kembali bergabung sebagai anggota PBB

Pada 31 Desember 1964, Indonesia memutuskan keluar sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hal yang melatarbelakangi keluarnya Indonesia dari PBB adalah pertentangan Soekarno terhadap rencana dibentuknya Negara Federasi Malaysia.

Soekarno menganggap pembentukan Negara Federasi Malaysia adalah proyek neokolonialisme Inggris.

Berbekal dari kekecewaan tersebut, Soekarno secara resmi mengumumkan Indonesia keluar dari PBB sejak 1 Januari 1965.

Setelah memutuskan keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia terasingkan dari hubungan bersama dengan negara-negara lain.

Akibatnya, ruang gerak Indonesia pun menjadi lebih sempit.

Oleh sebab itu, setelah Soeharto naik tahta sebagai presiden, Indonesia menyatakan keinginannya untuk kembali bergabung ke dalam keanggotaan PBB.

Pada akhirnya, Indonesia kembali bergabung dalam PBB pada 28 September 1966.

Baca juga: Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Penyebab, Perkembangan, dan Akhirnya

Memperbaiki hubungan diplomatik

Pada 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia mengenai persengketaan wilayah dan penolakan penggabungan wilayah Sabah, Brunei, dan Sarawak.

Buntut dari konflik ini adalah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.

Namun, setelah kembali bergabung dalam PBB, hubungan Indonesia dengan Malaysia juga perlahan-lahan mulai pulih.

Kedua negara itu menandatangani Persetujuan Bangkok.

Lewat persetujuan ini, baik Indonesia maupun Malaysia, sepakat untuk memulihkan hubungan diplomatik mereka dan menghentikan konflik.

Tidak hanya itu, Indonesia juga memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan Singapura dengan cara menyampaikan nota pengakuan atas berdirinya Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com