Angka-angka memang sebaiknya tidak dimaknai begitu saja. Misalnya hanya melihat besar kecilnya, lalu menyimpulkan bahwa "angka besar" itu mengungguli yang kecil.
Minggu lalu, saya tertarik dan membeli satu buku saat jalan-jalan sore ke Maruzen yang lokasinya dekat apartemen.
Judulnya amat menarik, kalau boleh dikatakan secara ekstrem, sedikit provokasi. Jika diterjemahkan secara bebas, judul bukunya "Bagaimana Cara Berbohong Menggunakan Statistik".
Setelah saya baca di rumah, ternyata buku ini adalah terjemahan bahasa Jepang dari buku yang dikarang oleh Darrell Huff dengan judul "How to Lie with Statistics"(1954).
Buku menarik yang menceritakan angka (dalam hal ini statistik). Ada banyak contoh dan analisis yang dipaparkan.
Inti dari buku adalah, ada hal yang perlu diperhatikan dalam pemaparan angka, terutama bila dituliskan di media.
Alasannya, boleh jadi ada tujuan tertentu orang menggunakan angka tertentu. Ini bukan berarti bahwa datanya tidak valid secara keilmuan.
Akan tetapi, kita harus mencerna lebih jauh, bukan menerima dan menelan mentah-mentah saja data yang disampaikan. Kalau kita tidak paham, misalnya, bagaimana datanya diambil, bagaimana cara penghitungannya, dan sebagainya, maka orang dapat terkecoh.
Manusia sebenarnya makhluk yang bisa bergembira dengan angka. Salah satu alasannya, karena manusia mengerti dan mengenali angka. Berbeda dengan binatang, di mana mereka tidak tahu dan tidak mengenal angka.
Ada beberapa cerita menarik mengenai binatang dan angka, seperti dituliskan oleh Yano Kentaro dalam bukunya "Suugaku Monogatari"(1961) atau Cerita Matematika.
Dalam beberapa penelitian, ada kemungkinan binatang seperti gagak dan simpanse mengenali angka, meskipun tidak seperti manusia dalam mengenali angka. Binatang yang disebut tadi dinyatakan bisa mengenali dalam jumlah terbatas, yaitu kurang dari empat.
Masih dari buku sama, beberapa kebudayaan kuno seperti Mesir dan Babilonia, dikenal menggunakan angka beribu tahun sebelum masehi karena kebutuhan sehari-hari.
Misalnya untuk menghitung kapan waktu tepat untuk bercocok tanam, atau untuk menghindari banjir dengan menghitung siklus musim.
Kita tahu kebanyakan kebudayaan kuno berkembang di sekitar sungai besar seperti Sungai Nil, Sungai Efrat dan Tigris. Daerah itu rentan dengan banjir, sehingga perhitungan dengan angka untuk mengatasi/menghindar dari banjir, merupakan hal penting karena berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari.
Selain untuk menunjang kehidupan sehari-hari, angka juga merupakan hasil pemikiran mendalam. Seperti ketika Leibniz, seorang filsuf Jerman merumuskan bilangan biner (hanya dua unsur, nol dan satu) pada 1696.