Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul dan Falsafah Hidup Orang Batak

Kompas.com - 15/09/2023, 14:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Transformasi agama

Pada masa pra-penyebaran agama Hindu dan Buddha di Indonesia, Suku Batak memiliki sistem kepercayaan pemujaan terhadap roh alam dan leluhur dengan keyakinan kuat dalam hubungan mereka dengan alam dan dunia spiritual.

Namun, seiring dengan masuknya agama Hindu dan Buddha ke wilayah ini, terjadilah transformasi agama.

Salah satu bukti yang menunjukkan pengaruh agama-agama tersebut adalah temuan arkeologis yang mencakup Candi Purbakala Simanindo di Pulau Samosir, Candi Si Panto di Kabupaten Karo, dan Candi Gondang di Kabupaten Simalungun.

Kemudian pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kedatangan misionaris Kristen, terutama dari Eropa, seperti Jerman dan Belanda, memainkan peran penting dalam transformasi agama Kristen di wilayah Sumatera Utara.

Misionaris Kristen, khususnya Ludwig Ingwer Nommensen, memainkan peran kunci dalam penyebaran agama Kristen di kalangan Suku Batak, khususnya Batak Toba.

Nommensen tiba di Pulau Samosir pada 1862 dan memulai usahanya untuk mengenalkan agama Kristen kepada Suku Batak Toba.

Melalui upayanya yang gigih, sebagian besar Suku Batak Toba menjadi Kristen.

Selain itu, penyebaran agama Kristen juga terjadi di wilayah-wilayah sekitarnya di Sumatera Utara yang dihuni oleh berbagai subkelompok Suku Batak, seperti Suku Batak Karo dan Suku Batak Simalungun.

Suku Batak di masa kolonial

Belanda menjajah dan menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia, termasuk wilayah Sumatera Utara sejak abad ke-17 dan mereka mengendalikan sumber daya rempah-rempah di sana.

Suku Batak diperintahkan untuk bekerja sebagai petani dan pekerja di ladang-ladang rempah-rempah, seperti cengkih dan lada.

Mereka juga dikirim ke berbagai wilayah yang dikuasai oleh Belanda, seperti Jawa dan Malaysia, untuk bekerja sebagai buruh kontrak.

Mereka bekerja dalam kondisi yang sangat sulit dan sering kali dieksploitasi oleh Belanda.

Pada masa penjajahan, beberapa pemimpin Suku Batak, seperti Raja Sisingamangaraja XII, mencoba melawan Belanda.

Mereka berjuang untuk melawan penindasan dan eksploitasi yang dialami oleh Suku Batak.

Meskipun tidak berhasil meraih kemerdekaan pada saat itu, perlawanan ini telah menunjukkan semangat perjuangan Suku Batak untuk merdeka dari penjajahan Belanda.

Baca juga: 2 Rumah Adat Batak, Salah Satunya Rumah Bolon

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com