KOMPAS.com - Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia untuk tolak bala.
Biasanya, tradisi ini diadakan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tradisi Rebo Wekasan adalah tahlilan atau zikir berjamaah, salat sunah untuk tolak bala, dan berbagi makanan dalam bentuk keselamatan.
Selain itu, pada hari Rebo Wekasan juga dipercayai sebagai hari pertama Nabi Muhammad SAW jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Pada 2023, Rebo Wekasan jatuh pada hari Rabu (13/9/2023).
Baca juga: Tradisi Rebo Wekasan: Asal-usul, Tujuan, dan Ritualnya
Ada beberapa versi yang menjelaskan tentang sejarah Rebo Wekasan.
Pertama, tradisi Rebo Wekasan diperkirakan sudah ada sejak tahun 1784, yang berasal dari Mbah Faqih Usman, tokoh kiai yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kiai Wonokromo Pertama atau Kiai Welit.
Masyarakat Wonokromo, Yogyakarta meyakini bahwa Kiai Welit ini memiliki kelebihan ilmu dalam bidang agama maupun bidang ketabiban (kesembuhan).
Saking tenarnya, nama Kiai Welit pun terdengar hingga ke telinga Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Menanggapi hal ini, Sri Sultan pun mengutus empat prajurit untuk membawa Kiai Welit menghadap ke keraton dan mempraktikkan ilmunya.
Ternyata, kehebatan Kiai Welit berhasil membuat Sri Sultan HB I terkesima. Sebab, Kiai Welit berhasil membuktikan bahwa ia mampu menyembuhkan orang sakit.
Sepeninggal sang kiai, masyarakat Wonokromo meyakini bahwa dengan mandi di Kali Opak dan Kali Gajahwong saat Rebo Wekasan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Baca juga: Tradisi Tiban, Ritual Menurunkan Hujan
Versi kedua menjelaskan bahwa sejarah Rebo Wekasan berasal dari Keraton Mataram.
Menurut catatan, tradisi Rebo Wekasan ini sudah diadakan sejak 1600 silam, ketika sebuah wabah penyakit menyerang warga Keraton Mataram.
Kemudian diadakanlah ritual untuk menolak wabah penyakit ini yang dikenal dengan ritual Rebo Wekasan.