Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa di Madura Ada Tradisi Carok?

Kompas.com - 26/08/2023, 23:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Carok adalah pertarungan yang dilakukan oleh orang Madura menggunakan celurit, untuk memulihkan harga diri yang dilecehkan.

Latar belakang dilakukannya carok biasanya berkaitan dengan kasus-kasus mengenai sentimen, seperti gangguan terhadap istri atau perselingkuhan, salah paham, masalah tanah atau harta warisan, utang-piutang, dan masalah lain.

Dengan kata lain, faktor utama terjadinya carok adalah persoalan yang dipandang telah membuat harga diri laki-laki dilecehkan datau direndahkan.

Dalam carok, ada beragam kemungkinan hasilnya. Bisa salah satu pihak meninggal atau terluka parah, bisa pula kedua pihak ada yang meninggal atau luka parah.

Carok jelas termasuk perbuatan yang tidak dibenarkan karena merupakan sebuah upaya perampasan hak hidup.

Kendati demikian, tradisi carok masih ada sampai sekarang, meski tidak sesering pada zaman dulu.

Baca juga: Carok, Duel Celurit di Madura Hasil Adu Domba Belanda

Carok sudah biasa dilakukan, dapat dikatakan mendapat dukungan dari lingkungan sosial atau sudah membudaya di Madura.

Namun, banyak yang belum tahu asal-usul pertarungan atas nama harga diri ini awalnya dipicu oleh bangsa Belanda saat menjajah Indonesia.

Berikut ini asal-usul carok, yang telah dianggap sebagai tradisi orang Madura.

Kenapa ada carok di Madura?

Carok pada masyarakat Madura memang sudah menjadi tradisi atau budaya yang berlangsung secara turun-temurun.

Namun, pada abad ke-12 atau bahkan pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo di abad ke-18, istilah tradisi carok belum dikenal.

Baca juga: Perang Obor, Tradisi Tolak Bala Masyarakat Jepara

Arsip zaman kolonial yang ditulis dua atropolog Belanda, De Jonge dan TouwenBouswma, menyatakan bahwa carok telah ada di Madura sejak abad ke-19.

Melansir Kompas Regional, sejarah carok bermula dari kisah seorang mandor kebun tebu di Pasuruan, Jawa Timur, yang dikenal dengan nama Pak Sakera.

Pak Sakera yang bernama asli Sudirman, merupakan seorang keturunan Madura yang tinggal di Pasuruan.

Bagi Pak Sakera, celurit adalah simbol perlawanan rakyat terhadap kesewenangan Pemerintah Hindia Belanda, sehingga harus dibawa saat mengawasi petugas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com