Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Syiah Dibenci di Indonesia?

Kompas.com - 02/08/2023, 23:55 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Kendati demikian, ada pula yang meyakini Syiah telah masuk Indonesia sejak awal munculnya Islam.

Menurut tokoh Syiah Indonesia, Jalaluddin Rahmat, perkembangan Syiah di Indonesia dibagi dalam empat fase, yaitu:

  • Fase pertama, bersamaan masuknya Islam ke Indonesia
  • Fase kedua, setelah Revolusi Iran 1979 yang ditandai dengan naiknya popularitas Syiah di Indonesia
  • Fase ketiga, dimulai pada 1998 ditandai dengan paham Syiah sudah masuk ranah fikih
  • Fase keempat, kelompok Syiah membentuk ikatan-ikatan, seperti Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) pada tahun 2000

Baca juga: Kenapa Mayoritas Penduduk Iran Penganut Syiah?

Gerakan Syiah di Indonesia berkembang pesat setelah Revolusi Iran tahun 1979.

Kemenangan Syiah dalam Revolusi Iran 1979 membangkitkan simpati di kalangan aktivitas muda Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia.

Naiknya popularitas Syiah membuat negeri-negeri orang Islam Sunni seperti Indonesia, "was-was".

Buku-buku bernada anti-Syiah dan propaganda anti-Syiah digaungkan.

Pada 1984, pernah terjadi pemboman Candi Borobudur, gereja di Malang, dan bus jurusan Bali.

Salah satu pelaku mengaku terprovokasi Revolusi Ian 1979 dan perancang pengeboman mengaku ingin menjadi imam di Indonesia.

Pada Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1984, dinyatakan bahwa faham Syiah mempunyai perbedaan pokok dengan mazhab Sunni yang dianut oleh umat Islam Indonesia.

Baca juga: Bagaimana Persia Berubah Menjadi Iran?

Perbedaan tersebut di antaranya:

  • Syiah menolak hadis yang tidak diriwayatkan Ahlul Bait
  • Syiah memandang imam sebagai orang suci
  • Syiah tidak mengakui Ijma tanpa adanya imam
  • Syiah memandang bahwa menegakkan pemerintahan termasuk rukun agama
  • Syiah pada umumnya tidak mengakui Khulafaur Rasyidin, keculai Ali bin Abi Thalib

Dikarenakan adanya perbedaan tentang pemerintahan atau imamah, MUI mengimbau umat Islam Sunni Indonesia untuk waspada terhadap faham Syiah.

Pada 1997, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak terkecoh oleh propaganda Syiah dan perlunya umat Islam memahami perbedaan prinsip ajaran Syiah dengan Islam.

Bentuk propaganda anti-Syiah pada masa lalu, ditambah dengan kesalahpahaman yang menggeneralisasi semua Syiah itu ekstrem, menjadi sebab masih banyak konflik terbuka antara umat Islam Sunni dan Syiah.

Baca juga: Sejarah Masuknya Paham Radikal Mengatasnamakan Islam di Indonesia

Pada 2015, MUI menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia kecuali mengimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan beredarnya kelompok Syiah yang ekstrem seperti Syiah Ghulat dan Rafidhah

"Dikeluarkannya surat MUI pada tahun 2004 bahwa sesungguhnya kita tidak punya posisi untuk mengatakan bahwa Syiah itu sesat," kata Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi seperti dikutip Kompas.com dari BBC Indonesia, Rabu (2/8/2023).

Meski aliran Syiah tidak dilarang di Indonesia, eksistensi kelompok Syiah di Indonesia, seperti halnya di negara lain di luar Iran, tidak signifikan.

Sejauh riset yang sudah dilakukan, tetap tidak diketahui jumlah penganut Syiah di Indonesia karena mereka pada umumnya memilih untuk diam.

 

Referensi:

  • Arkanudin, Ari. (2021). Studi tentang Analisis Aliran Syiah di Indonesia. Dewantara, 12: 144-158.
  • Hasim, Mohammad. (2012). Syiah: Sejarah Timbul dan Perkembangannya di Indonesia. Harmoni Jurnal Multikurtural dan Multireligius, 11 (4): 22-33.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com