IBADAH haji melibatkan jalan dalam tawaf, lari dalam sa’i, dan tentu saja berdoa dalam keduanya.
Lari antara dua bukit kuno, Shafa dan Marwa, di mana Hajar berlari-lari untuk bertahan hidup guna mendapatkan air demi bayinya. Anak itu bernama Ismail.
Baik Islam, Kristen, dan Yahudi percaya bahwa Ismail merupakan moyang dari suku-suku Arab. Sedangkan Yahudi diyakini mereka keturunan Ishaq, anak kedua Ibrahim. Begitu dalam Perjanjian Lama Kitab Kejadian (Genesis) dan riwayat-riwayat tradisi Islam.
Lari-lari kecil dalam sa’i setelah tawaf (mengelilingi Ka’bah) itu untuk mengingatkan masa lalu, akar dari moyangnya suku-suku Arab dan agama.
Islam memang bagian dari akar tradisi Semitik tua, terdiri dari bahasa-bahasa kuno: Ibrani, Aramaik, Ethiopiak dan Arab.
Hanya Ibrani dan Arab yang masih bertahan, sedangkan Aram, dan Ethiopiak sisa-sisa kecilnya tersimpan dalam berbagai bahasa.
Secara sejarah dengan bukti arkeologis, sekitar tiga ribu tahun sebelum Masehi, orang-orang sekitar Mesopotamia berbicara bahasa kuno Akkad, Aram, Punik, Ugaristik, dan Fenik.
Bahasa ini tersisa dalam kosakata Arab dan Ibrani. Mereka tersebar di Akkad, Asiria, Isin, Larsa, dan Babilonia.
Lari kecil di samping Ka’bah itu narasinya kembali ke moyang tiga ribu sampai lima ribu tahun, melayang ke asal muasal tradisi itu.
Al-Qur’an menempatkan Ibrahim pada posisi mulia, begitu juga putranya Ismail sebagai Nabi (pembawa berita) dan Rasul (utusan Tuhan).
Dalam banyak riwayat menurut tradisi yang disebut sebagai Israiliyat (sekitar kisah bangsa Israel), yaitu legenda-legenda dan mitos-mitos yang tersebar dalam literatur Islam awal, seperti Tarikh (historiaografi luas), Tabaqat (historiografi khusus baik wilayah atau mazhab), Hadits (dinisbatkan pada Nabi Muhammad), Tafsir (makna dan keterangan untuk ayat-ayat Al-Qur’an), Dalail (petunjuk-petunjuk), atau Fadail (keutamaan-keutamaan).
Kisah Israiliyat ini merupakan ikatan masa lalu, para sahabat (sezaman dengan Nabi Muhammad), tabi’in (generasi selanjutnya), dan para ulama Islam mengambil banyak referensi pada sumber-sumber sebelum Islam, baik dari Arab, Kristiani, Yahudi, Persia, dan bahkan Romawi.
Islam memang tidak bisa dipisahkan dari agama-agama lain di sekitar. Setiap ajaran, kisah, keyakinan selalu berkait dengan agama dan tradisi lain.
Para pemikir, sejarahwan, dan komentator Islam awal sadar akan hal itu. Menerangkan Islam dengan cara membahas agama lain pun sudah biasa.
Salah satu ulama yang terkenal, yaitu al-Biruni (975-1050 M) mempelajari banyak agama, termasuk yang ada di Persia dan India.