Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romusha dan Dampaknya bagi Indonesia

Kompas.com - 19/06/2023, 19:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Besaran upah yang diterima tergantung pada kemampuan tenaga mereka.

Umumnya, upah yang rendah langsung dipotong untuk dikirim ke keluarga mereka di desa.

Sayangnya, yang yang dikirim banyak yang tidak sampai ke tangan keluarga mereka karena diselewengkan oleh beberapa pejabat yang bersangkutan.

Hasilnya, perempuan tidak hanya bingung dengan keberadaan atau keadaan suaminya, tetapi juga harus menanggung beban ekonomi yang demikian berat.

Baca juga: Soekarno Mandor Romusha, Bagaimana Faktanya?

Terjadi perubahan struktur sosial

Penderitaan yang dialami oleh para romusha beredar dari mulut ke mulut, sehingga banyak pria yang melakukan segala cara untuk menghindar.

Para pria, terutama yang masih muda, pergi dari desanya, meninggalkan perempuan, anak-anak, orang tua, dan orang-orang cacat.

Struktur sosial di desa pun bergeser, di mana banyak pekerjaan kemudian dilakukan oleh tenaga perempuan, bahkan anak-anak.

Mereka harus bertahan hidup sendiri, karena tidak mengetahui kapan kepulangan suami atau ayahnya.

Tidak sedikit pula yang tidak kembali pulang karena meninggal atau sama sekali tidak diketahui jejaknya.

Baca juga: Terowongan Niyama Romusha: Sejarah, Pembangunan, dan

Kelangkaan bahan pangan

Dampak negatif kebijakan romusha di bidang pertanian adalah menurunnya produksi karena berkurangnya jumlah petani di desa.

Pada masa penjajahan Jepang, terjadi berbagai blokade oleh Sekutu yang mengakibatkan kelangkaan pangan.

Kelangkaan pangan semakin menjadi ketika romusha direkrut secara besar-besaran.

Para romusha umumnya adalah laki-laki. Akibatnya, desa mengalami kekosongan tenaga pria yang seharusnya bisa mengerjakan sawah.

Kelangkaan bahan pangan pun berimbas pada terjadinya kelaparan yang luar biasa di daerah pedesaan.

Kurang gizi dan busung lapar merupakan pemandangan yang umum pada masa penjajahan Jepang, dan mereka tidak mendapatkan fasilitas medis atau obat-obatan yang memadai.

 

Referensi:

  • Iryana, Wahyu. (2017). Momi Kyoosyutu. Jakarta: Kakilangit Kencana.
  • Suryomenggolo, Jafar. (2022). Rezim Kerja Keras dan masa Depan Kita. Yogyakarta: Buku Mojok Grup.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com