Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gerakan Buruh pada Masa Kolonial

Kompas.com - 30/05/2023, 06:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Buruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang bekerja untuk menerima upah.

Pada masa kolonial, apa yang kita sebut sebagai serikat buruh sekarang ini lebih dikenal sebagai kelompok atau sarekat kerja.

Munculnya kesadaran membentuk suatu kelompok yang terstruktur, tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor yang menjadi api pemantiknya.

Baca juga: Sejarah Buruh Indonesia: Gerakan Pekerja pada Masa Soekarno

Latar Belakang Munculnya Kelompok Buruh Masa Kolonial

Faktor mendasar munculnya kelompok buruh atau sarekat sekerja salah satunya adalah akibat dari Perang Jawa yang berlangsung abad ke-19.

Kekalahan pasukan Pangeran Diponegoro dalam perang besar tersebut mengakibatkan hilangnya sepertiga masyarakat Jawa. Mayoritas sisanya adalah kaum petani.

Sejalan dengan kondisi itu, pemerintah kolonial memberlakukan kebijakan tanam paksa (Cultuurstelsel) tahun 1830 yang semakin membentuk kesadaran senasib.

Kesadaran senasib ini semakin menguat tatkala pemerintah kolonial memberlakukan kebijakan politik Pintu Terbuka tahun 1870, yang mengundang para pengusaha swasta asing.

Baca juga: Dampak Politik Pintu Terbuka

Berkat kebijakan ekonomi terbuka tersebut, banyak swasta asing mendirikan pabrik-pabrik dan industri perkebunan yang melibatkan pribumi sebagai tenaga pekerjanya.

Pada fase ini, para pekerja pribumi berangsur menyadari kesamaan status sosialnya. Mereka kemudian mendirikan kelompok-kelompok kecil yang umum dikenal serikat pekerja.

Hampir setiap pabrik atau industri asing, punya kelompok kerja yang beranggotakan para pekerja pribumi khususnya.

Serikat Sekerja pada masa Pergerakan Nasional

Pada tahun 1912, Organisasi Sarekat Dagang Islam telah berkembang pesat dan berganti nama menjadi Sarekat Islam.

Sarekat Islam kala itu menjadi tolak ukur atau patokan gerakan-gerakan para petani dan pekerja pabrik dalam panji-panji Sarekat Islam lokal.

Titik perkembangan pesatnya lagi adalah ketika datangnya seorang Marxis belanda Bernama Henk Sneevliet ke Surabaya pada tahun 1914.

Baca juga: Mengapa Sarekat Dagang Islam Diubah Menjadi Sarekat Islam?

Henk Sneevliet kala itu mendirikan sebuah organisasi Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang mewadahi para pekerja tanpa membedakan ras dan etnis.

Organisasi ini kemudian dipindahkan ke Semarang setelah Henk berkenalan dengan Semaun yang kala itu menjabat sebagai ketua Sarekat Sekerja Kereta Api dan Sarekat Islam Semarang.

Berkat dukungan Sarekat Islam Semarang, ISDV berkembang pesat yang ditandai dengan banyaknya organisasi Sarekat Sekerja yang lahir dan terafiliasi dengan Sarekat Islam.

Pada tahun 1919, sekitar 44 organisasi Sarekat Sekerja yang berhaluan modern telah bergabung dalam vak Sentral Pergerakan Kaum Buruh Bumiputera di bawah naungan Sarekat Islam.

Adanya kelompok-kelompok serikat pekerja atau buruh ini melahirkan cara pandang baru bagi para pekerja dalam melayangkan gerakan protes terhadap majikannya.

Baca juga: Sarekat Islam: Latar Belakang, Perkembangan, dan Perpecahan

Kuli Jawa di perkebunan tembakau di SumateraNational Gallery of Australia/Charles J. Kleingrothe Kuli Jawa di perkebunan tembakau di Sumatera
Mogok Kerja sebagai Media Protes

Mogok dan perundingan kala itu merupakan cara baru yang dilakukan kelompok buruh yang mana sebelumnya mereka cenderung menggunakan kekerasan.

Di antara kelompok buruh yang mengadakan mogok kerja kala itu adalah buruh pabrik gula yang tergabung dalam Personeel Fabriek Bond (PFB) yang berjumlah 190 kelompok.

Pemogokan itu ditengarai oleh kenaikan untung dua kali lipat yang didapat pabrik gula akibat naiknya harga gula global tahun 1919-1920, namun melupakan nasib gaji rendah buruhnya.

Apa yang dilakukan oleh pemilik pabrik ini kemudian ditentang oleh para buruh pabrik gula dengan cara mogok kerja serentak.

Mereka para buruh pabrik gula meminta adanya dialog atau perundingan dengan pemilik pabrik dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami buruh akibat ketidakadilan pabrik.

Baca juga: 100.000 Perawat Inggris Mogok Kerja Nasional, Pertama sejak 106 Tahun Lalu

Gerakan Kerja dan Gerakan Politik

Perkembangan gerakan kaum buruh di Indonesia khusus pada fase separuh awal abad ke-20 tidak sekadar ditandai dengan banyaknya kelompok sarekat sekerja.

Perkembangan organisasi buruh di Indonesia juga diiringi dengan perkembangan ideologi organisasi yang berhaluan Marxis.

Titik puncaknya adalah upaya-upaya kaum buruh yang terdoktrin Marxis yang bergerak ke arah hajat pendirian suatu negara sendiri.

Hal ini tentu melahirkan pergolakan dalam organisasi-organisasi politik yang ada pada masa Pergerakan Nasional seperti dari kaum nasionalis.

Pada fase ini, Kelompok buruh bukan lagi sekedar wadah buruh pekerja, melainkan juga wadah ideologi dan gerakan politik.

Baca juga: Pergerakan Buruh Indonesia

 

Referensi:

  • Sulistyo, B. (2018). Pasang Surut Gerakan Buruh Indonesia. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Budaya, 13(2).
  • Ningsih, Y. E. (2018). Perubahan Posisi Indonesia dalam Perburuhan: Studi Perbandingan Buruh Migran Masa Kolonial dan Masa Reformasi. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, 12(2), 194-199.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com