Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara tentang Orang Mawasangka

Kompas.com - 25/03/2023, 13:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Mawasangka merupakan penamaan yang ditujukan bagi kelompok masyarakat yang ada di Sulawesi Tenggara.

Mawasangka merupakan kelompok masyarakat yang mendiami sebuah kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Nama Mawasangka tidak hanya ditujukan untuk kelompok masyarakat, tetapi juga diabadikan dalam nama sebuah kecamatan.

Penamaan Mawasangka pada orang-orang di Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah, menyimpan kisah yang panjang.

Baca juga: Cerita Rakyat Batu Kurimbang Alang

Asal Usul Nama Mawasangka

Menurut tradisi lisan masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Buton Tengah, di balik nama Mawasangka ada kisah yang panjang menyertainya.

Dikisahkan, dahulu ada sebuah keluarga yang datang dari Bone menuju Buton dengan menggunakan perahu.

Tujuan kedatangan mereka ke Buton adalah untuk mencari kakak dari seorang perempuan. Perempuan itu pergi ke Buton bersama suaminya.

Kakaknya perempuan ini telah lama meninggalkan tanah kelahirannya di Bone sepeninggal orang tuanya.

Ketika dalam perjalanan menuju lokasi yang menjadi tempat kepergian kakaknya ini, cuaca kurang bersahabat dengan mereka.

Perahu yang mereka tumpanginya kemudian terbalik. Bekal tak dapat diselamatkan, kecuali hanya seekor ayam jantan.

Akibatnya suami istri itu terdampar di sebuah pantai dan mendirikan pondok kecil dan mencari makan di sekitar pantai tersebut.

Di saat suaminya sedang mencari makanan ke hutan, munculah seorang pemuda yang membawa seekor ayam jantan.

Baca juga: Cerita Rakyat Batu Prasasti Pagaruyung I

Pemuda ini berniat menyabung ayam miliknya dengan seekor ayam di pantai itu yang tidak lain adalah milik pasangan suami istri tadi.

Anehnya, kedua ayam tersebut tidak mau berkelahi. Pemuda ini pun bingung dengan kedua ayam yang tak biasanya itu.

Di tengah kebingungannya, pemuda ini melihat seorang perempuan di pondok.

Ketika suami sang perempuan telah kembali, pemuda ini pun menghampiri mereka.

Ketika sedang berbincang, pemuda dan perempuan ini menyadari ada yang janggal.

Mereka berdua sama-sama mengenakan cincin yang sama di jarinya yang merupakan pemberian dari mendiang orang tuanya.

Perempuan ini kemudian menyadari bahwa pemuda yang membawa ayam ini adalah kakaknya.

Singkat cerita, pemuda tadi memberitahukan lokasi yang layak untuk bermukim. Kemudian, berangkatlah mereka ke lokasi yang bernama Mparigi.

Di Mparigi, mereka hidup seperti biasanya dan beranak-pinak sehingga lama kelamaan kampung itu telah ramai oleh masyarakat.

Kemudian, masyarakat mengangkat pemuda tadi seorang kepala suku mereka yang disebut dengan Kolakino Mparigi.

Desa yang mereka tempati suatu ketika mulai sering mendapat serangan dari binatang.

Akhirnya, kepala suku Mparigi melaporkan keluhannya kepada kepala suku lain, Kolakino La Mansenga.

Kemudian oleh kepala suku itu, diberitahukan ada sebuah lokasi yang aman dan damai. Lokasi ini memiliki sebuah pohon besar yang daun dan buahnya beraneka ragam.

Oleh karena itu, lokasi baru ini diberi nama Sau Sumangka yang artinya serba lengkap. Mereka kemudian memindahkan kampungnya di sana.

Baca juga: Danau Biru Kolaka: Daya Tarik, Cerita Rakyat, dan Rute

Setelah sekian lama, Kolakino Mpagi mendeklarasikan bahwa ialah yang pertama kali menemukan pohon ajaib itu.

Namun, Kolakino La Mansenga menyangkal klaim dari Mparigi hingga terjadilah pertengkaran antara keduanya.

Akibatnya, Mpasenga mengeluarkan sumpah di hadapan masyarakat, apabila benar ia yang pertama menemukan pohon itu, maka tanah sekitar pohon itu akan selalu ditimpa musibah bilmana suku Kolakino Mparigi mengelolanya.

Sebaliknya, jika benar Mparigi yang pertama menemukan pohon ajaib itu, maka semoga senantiasa dilimpahi keselamatan.

Benar saja, terjadilah musibah-musibah aneh di sekitar pohon itu yang berarti Kolakino La Mansenga merupakan orang pertama yang menemukan pohon itu.

Semua yang ditanam oleh rakyat Mparigi mengalami gagal panen, segala ternak mengalami kematian tidak jelas, serta terjadilah musibah-musibah lainnya.

Kejadian aneh yang lain adalah ketika seorang menggali ubi, tiba-tiba memancarkan air dari galian itu yang mengakibatkan kebun-kebun tergenang dan masyarakat kelaparan.

Tetua dusun kemudian berunding akan melakukan upacara adat membersihkan musibah.

Kemudian, disembelihlah ayam yang dibawa oleh sepasang suami istri dari Bone itu sebagai persembahan agar tidak terjadi lagi musibah.

Kemudian, tempat itu dikenal dengan nama pohon ajaib itu, La Sumangka. Lambat laun, masyarakat menyebutnya menjadi Mawasangka.

Baca juga: Cerita Rakyat Antu Bisiak, Misteri Suara Bisikan

Referensi:

  • Rasyid, A. (1998). Cerita Rakyat Buton dan Muna di Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com