KOMPAS.com - Prasasti Manjusri adalah salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Singasari.
Singasari merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang terletak di daerah Singasari, Malang, Jawa Timur.
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok yang juga menjabat sebagai raja pertama dengan gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi pada 1222 M.
Masa emas Kerajaan Singasari berlangsung di bawah pemerintahan Raja Kertanegara antara tahun 1272 hingga 1292.
Bersamaan dengan meninggalnya Raja Kertanegara pada 1292, Kerajaan Singasari pun runtuh.
Kerajaan Singasari memiliki sejumlah peninggalan, salah satunya adalah Prasasti Manjusri.
Baca juga: Masa Kejayaan Kerajaan Singasari
Prasasti Manjusri adalah manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusi, bertarikh 1343.
Awalnya, prasasti ini ditempatkan di Candi Jago, tetapi sekarang sudah disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Kern, prasasti ini terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama adalah bagian muka di atas Arca dan terdiri dari empat tulisan. Sementara itu, bagian kedua dipahat pada bagian belakang arca dengan delapan baris tulisan.
Prasasti ini berangka 1265 Saka atau sekitar 25 Januari 1343-14 Maret 1344.
Pada bagian depan, terdapat tulisan berbunyi:
Lalu pada bagian belakang bertuliskan:
Terjemahan dari teks pada bagian belakang adalah:
"Dalam kerajaan yang dikuasai oleh Ibu Yang Mulia Rajapatni maka Adityawarman itu, yang berasal dari keluarganya, yang berakal murni dan bertindak selaku menteri wreddaraja, telah mendirikan di pulau Jawa, di dalam Jinalayapura, sebuah candi yang ajaib- dengan harapan agar dapat membimbing ibunya, ayahnya dan sahabatnya ke kenikmatan Nirwana."
Baca juga: Kehidupan Agama Kerajaan Singasari
Sementara itu, secara garis besar, arti dari isi Prasasti Manjusri adalah kemungkinan Adityawarman mendirikan candi tambahan di lapangan Candi Jago, atau mungkin pula candi yang didirikan tahun 1280 sudah runtuh dan digantikan dengan candi baru.
Manjusri sendiri diwujudkan sebagai seorang pemuda memegang pedang yang terhunus di tangan satunya dan sebuah buku di tangan lainnya.
Sebab, pedang tersebut berfungsi sebagai alat untuk memberantas kepalsuan.
Sementara itu, buku yang dibawa pemuda dalam Prasasti Manjusri mengandung ajaran tentang sepuluh laku utama, cita-cita Bodhisattwa, yang disebut Paramita.
Referensi: