Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedudukan Selat Muria yang Menjadi Pelabuhan Kerajaan Demak

Kompas.com - 17/12/2022, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Bobo Grid

KOMPAS.com - Selat Muria adalah sebuah selat yang dulu pernah ada untuk menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria.

Pada zaman Kerajaan Demak, Selat Muria menjadi salah satu kawasan perdagangan yang ramai akan pengunjung.

Namun sekitar tahun 1657, endapan-endapan sungai yang bermuara di Selat Muria perlahan-lahan mulai terbawa laut sehingga selat ini semakin lama semakin dangkal dan akhirnya menghilang.

Lantas, bagaimana kedudukan Selat Muria yang menjadi pelabuhan Kerajaan Demak saat itu?

Baca juga: Mengapa Kerajaan Demak Mengalami Perkembangan Pesat?

Menjadi jalur transportasi yang ramai pengunjung

Diceritakan, pada abad ke-17 M, Selat Muria merupakan salah satu jalur transportasi untuk kegiatan perdagangan yang ramai didatangi oleh warga masyarakat setempat.

Saking ramainya, Selat Muria pun berhasil menjadikan Kota Demak sebagai kota pelabuhan yang sangat ramai dikunjungi untuk melakukan kegiatan jual beli ataupun kegiatan perdagangan lainnya.

Pada masanya, di tepi Selat Muria terdapat pelabuhan-pelabuhan perdagangan yang menjual berbagai komoditas, seperti kain tradisional dari Jepara, garam dan terasi dari Juwana, dan beras dari wilayah pedalaman Pulau Jawa dan Pulau Muria.

Selain itu, Selat Muria juga dijadikan lokasi untuk galangan-galangan kapal yang memproduksi kapal Jung Jawa berbahan kayu jati yang banyak ditemukan di Pegunungan Kendeng, yang berada di bagian selatan selat.

Kapal Jung Jawa sendiri adalah kapal layar kuno yang berasal dari Jawa dan biasa digunakan oleh pelaut Jawa dan Sunda.

Berbekal dari kondisi tersebut, Selat Muria menjadi pelabuhan Kerajaan Demak yang mengalami perkembangan cukup pesat.

Baca juga: Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Namun karena terjadi konflik politik, maka komoditas yang awalnya berada di Selat Muria berpindah ke Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta.

Lebih lanjut, berdasarkan laporan pada tahun 1657, menyebutkan bahwa endapan-endapan dari sungai yang bermuara ke Selat Muria, seperti Kali Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi perlahan-lahan terbawa laut sehingga selat ini semakin lama semakin dangkal.

Akibatnya, kapal-kapal besar tidak bisa berlabuh di Selat Muria.

Seiring berjalannya waktu, Selat Muria pun mulai menghilang.

Saat ini, sisa-sisa dari Selat Muria dapat dilihat di Sungai Kalilondo yang membentang dari Juwana di sebelah timur hingga ke Ketanjung di sebelah barat.

Selain itu, beberapa sungai juga terbentuk dari bekas Selat Muria, seperti Sungai Silugunggo yang melintasi wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

 

Referensi:

  • Masruri, Ahmad Bukhori. (2021). Jati, Juwana, dan Jung Jawa: Geohistoris Pegunungan Kendeng dan Selat Muria. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com