Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Napak Tilas Kanjuruhan, Kerajaan Tertua Jawa Timur

Kompas.com - 05/10/2022, 07:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM kitab berjudul Kaladesa, yang disusun oleh sahabat dan mahaguru arkeologi Nusantara saya, Prof Agus Aris Munandar terkisah sebuah kerajaan tertua di Jawa Timur yang mungkin juga tertua ke tiga di Nusantara setelah Kutai dan Tarumanegara. Semula saya duga kerajaan tersebut adalah Singasari. Ternyata saya keliru.

Tidak banyak insan awam arkeologi, terutama saya, sadar bahwa kerajaan tertua di Jawa Timur tersebut menyandang nama yang kini digunakan sebagai nama stadion kebangaan kota Malang yaitu Kanjuruhan.

Menurut Prof Munandar, Kerajaan Kanjuruhan diduga terletak di dataran tinggi Malang, di pedalaman Jawa bagian timur. Pusatnya berada di sekitar kawasan selatan gugusan Gunung Arjuno, Anjasmara, Welirang, dan Penanggungan.

Baca juga: Kerajaan Kanjuruhan: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan

Di desa Dinoyo di tepi kali Metro ditemukan fragmen prasasti yang kemudian disebut sebagai prasasti Dinoyo.

Sejauh ini prasasti Dinoyo merupakan satu-satunya sumber tertulis mengenai Kerajaan Kanjuruhan. Prasasti bertarikh 682 Saka (760 M) tersebut ditemukan terpisah tiga bagian. Bagian tengah yang terbesar ditemukan di Desa Dinoyo, Malang. Sedangkan bagian atas dan bawah ditemukan di Desa Merjosari dan Dusun Kejuron, Desa Karangbesuki, Malang.

Di dekat lokasi penemuan Prasasti Dinoyo sampai sekarang masih berdiri candi Hindu dengan ciri arsitektur abad ke-8 yang kini disebut sebagai Candi Badut.

Pada lokasi di mana ditemukan Prasasti Dinoyo, terdapat dua aliran sungai yang saling bertemu: Sungai Metro dan Sungai Brantas.

Dalam konsep Hindu-Buddha, suatu wilayah yang banyak dialiri oleh sungai dianggap sebagai daerah tempat dewa bersemayam.

Di wilayah yang sama terdapat reruntuhan bangunan kuno lain, yang oleh penduduk setempat dinamakan Candi Besuki (Wasuki) atau Candi Urung. Sisa Candi Besuki yang tertinggal berupa pecahan bata besar yang berserakan di tepi tanah garapan penduduk di lahan membukit.

Belum dapat dipastikan apakah itu merupakan bangunan candi atau bangunan lain, seperti dharmasala atau asrama untuk para pendeta. Mungkin dahulu merupakan bangunan terbuka tanpa dinding dengan atap terbuat dari bahan cepat rusak sebagai tempat bersemedi, sementara ritual komunal diselenggarakan di Candi Badut.

Prasasti Dinoyo yang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.Kemdikbud Prasasti Dinoyo yang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Berdasarkan pencerahan Prof Agus Aris Munandar dapat disimpulkan bahwa nama Stadion Kanjuruhan bukan nama sembarangan sebab memiliki latar belakang sejarah peradaban yang sangat penting, bukan hanya bagi Kota Malang maupun Jawa Timur tetapi bagi bangsa Indonesia.

Kerajaan Kanjuruhan justru terlebih dahulu hadir sebelum Singasari apalagi Majapahit yang di masa kini jauh lebih dikenal ketimbang Kanjuruhan.

Baca juga: Tragedi Stadion Kanjuruhan, Kisah Pilu Kuburan Massal di Pintu 13 dan 14

Masih banyak tabir misteri menyelubungi Kerajaan Kanjuruhan yang harus lebih lanjut digali dan diteliti oleh para arkeolog agar bangsa Indonesia dapat lebih mengenal demi menghargai dan menghormati kemahakayarayaan warisan kebudayaan Nusantara nan tiada dua di marcapada ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com