Salah satu penyesuaiannya terletak pada sistem perhitungan, yang bukan mengikuti kalender Saka dengan berdasarkan matahari, tetapi perhitungan berdasarkan pergerakan bulan, seperti penanggalan Hijriah.
Sehingga, jumlah hari dan bulan dalam kalender Jawa memakai sistem Islam, tetapi angka tahunya tetap mengikuti kalender Saka.
Baca juga: Sejarah Muharram, Bulan Pertama dalam Kalender Hijriah
Nama bulan dalam kalender Jawa adalah Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar.
Nama bulan tersebut mirip dengan urutan kalender Hijriah yakni Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah.
Karena sistem perhitungannya sama, awal tahun baru kalender Jawa selalu jatuh bersamaan dengan tahun baru Islam.
Sehingga saat umat Muslim merayakan tahun baru Islam 1 Muharam, masyarakat Jawa juga merayakan tahun baru kalender Jawa yaitu 1 Suro, meski tahunnya berbeda.
Selain itu, sistem kalender Jawa memakai dua siklus hari. Yang pertama adalah siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari seperti kalender Masehi.
Pemberian nama hari dalam kalender Jawa menyerap dari bahasa Arab, di antaranya Ahad (Minggu), Isnain (Senin), Tsalasa (Selasa), Arba’a (Rabu), Khamisi (Kamis), Jum‘ah (Jumat), dan Sab’ah (Sabtu).
Baca juga: Sejarah Penggabungan Tahun Jawa dan Islam
Yang kedua adalah siklus pancawara, yang terdiri dari lima hari pasaran, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Sistem penanggalan Jawa yang diciptakan Sultan Agung berlaku untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, karena tidak termasuk daerah Mataram Islam.
Kini, kalender Jawa masih digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa.
Referensi: