KOMPAS.com - Zaman Gorombolan adalah sebuah masa mencekam yang pernah terjadi di Jawa Barat karena adanya pemberontakan DI/TII.
Pemberontakan DI/TII terjadi setelah dibentuknya Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam (DI) yang dipimpin Sekarmadji Maridjan (SM) Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949.
Para gerilyawan DI/TII yang kerap disebut gorombolan atau gerombolan menciptakan keresahan di tengah masyarakat Jawa Barat.
Baca juga: Cerita di Balik Kelahiran Pancasila dan Tokoh yang Merumuskannya
Sedikitnya, ada 428 orang terbunuh dan 3.052 rumah di desa-desa Jawa Barat dibakar saat kelompok-kelompok partisan DI/TII tersebut beraksi selama tiga bulan pertama pada 1952.
Pemberontakan DI/TII dilatarbelakangi kekecewaan Kartosuwiryo atas pemerintahan Republik Indonesia (RI).
Salah satu penyebab kekecewaan pemimpin Darul Islam itu adalah disepakatinya perjanjian Renville antara pemerintah RI dan Belanda yang ditandatangani pada 17 Januari 1948.
Isi perjanjian Renville dianggap banyak merugikan Indonesia dan memberi kesempatan kepada Belanda untuk kembali berkuasa.
Lantaran kecewa terhadap pemerintah Indonesia, Kartosuwiryo dan para pendukungnya kemudian mendirikan Negara Islam Indonesia atau NII.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan NII di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pengaruh Darul Islam pun meluas hingga akhirnya Kartosuwiryo mendirikan angkatan bersenjata bernama Tentara Islam Indonesia (TII). Pemberontakan mereka kemudian dikenal sebagai DI/TII.
Saat awal dibentuk, Darul Islam mendapatkan banyak dukungan dari para kiai dan alim ulama di Jawa Barat.
Sebagian para pendukung Darul Islam bergerilya dan bersembunyi di hutan-hutan pedesaan Jawa Barat. Masyarakat Sunda pun menyebut mereka sebagai gorombolan.
Pergerakan gorombolan DI/TII mampu merepotkan pemerintah Republik Indonesia.
Pada awal tahun 1952, gorombolan dilaporkan telah membunuh 428 orang dan membakar 3.052 rumah.
Jumlah partisan gerakan DI/TII di Jawa Barat pun terus bertambah hingga mereka mampu mengerahkan 6.700 orang dengan lebih dari 2.500 senjata dalam melancarkan pemberontakan pada akhir 1953.