KOMPAS.com - Sultan Agung atau Sultan Agung Hanyokrokusumo merupakan raja atau sultan ke-3 yang memerintah Kesultanan Mataram.
Ia memiliki nama kecil Raden Mas Jatmiko yang memiliki makna sopan dan rendah hati.
Ia memerintah Mataram Islam dari 1613 hingga 1645.
Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram Islam mencapai puncak kejayaan.
Setelah Agung meninggal, Mataram mulai mundur hingga akhirnya pecah.
Baca juga: Kebijakan Sultan Agung Selama Memerintah Mataram Islam
Selama memimpin Kesultanan Mataram, Sultan Agung begitu ambisius menguasai berbagai wilayah di Jawa, seperti Surabaya, Pasuruan, Panarukan, Blitar, hingga Blambangan.
Ambisi Sultan Agung tersebut dimulai sejak pertama memimpin Mataram pada 1613.
Setelah mendapat gelar dari Mekkah pada 1640, kesehatan Sultan Agung menurun hingga ia jatuh sakit pada 1642.
Lantaran Sultan Agung mengalami sakit keras, pemerintahan Mataram kemudian diurus oleh Tumenggung Wiraguna.
Sementara itu, ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nyi Roro Kidul sudah meramalkan kematian Sultan Agung pada 1644.
Sejak saat itu, Sultan Agung merasa bahwa waktunya meninggal dunia sudah dekat.
Sebelum meninggal dunia, pada 1645, Sultan Agung memerintah untuk membangun sebuah tempat pemakaman baru.
Pemakaman baru tersebut berada di puncak bukit di Imogiri, sekitar 5 kilometer sebelah selatan Istana Mataram.
Baca juga: Mengapa Sriwijaya Disebut Kedatuan, bukan Kerajaan?
Sebelum meninggal dunia, Sultan Agung berwasiat supaya anak tertuanya, Pangeran Adipati Arya Mataram, meneruskan takhta Kesultanan Mataram.
Hingga akhirnya, Sultan Agung meninggal dunia pada 1646.
Kematian Sultan Agung meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan seluruh masyarakat Mataram.
Bahkan, alam ikut bersedih karena meninggalnya Sultan Agung.
Hal itu dibuktikan dengan melerusnya Gunung Merapi yang suaranya begitu menggelegar saat Sultan Agung meninggal dunia.
Baca juga: Keistimewaan Kerajaan Sriwijaya
Referensi: