KOMPAS.com - Soekarno lengser dari kursi presiden Indonesia pada 1966. Setelah itu, Soeharto menggantikannya sebagai presiden Indonesia.
Ketika Soeharto memimpin Indonesia, ia membatasi pergerakan Soekarno dengan menjadikannya tahanan rumah.
Hingga akhir hayatnya, Soekarno, sang proklamator, meninggal sebagai tahanan rumah dalam keadaan yang memprihatinkan.
Baca juga: Mengapa Soekarno Diasingkan Belanda dan Orde Baru?
Sebelum meninggal dunia, Bung Karno berwasiat apabila meninggal kelak, ia ingin dikuburkan di bawah pohon yang rindang.
Ketika Soekarno meninggal dunia pada 1970, wasiat tersebut tidak diindahkan oleh Soeharto.
Presiden Soeharto memerintahkan untuk memakamkan Soekarno di Blitar.
Mengapa Presiden Soeharto memakamkan Soekarno di Blitar?
Dalam buku "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" karangan Cindy Adams, Bung Karno mengatakan tidak ingin dikubur dalam kemewahan.
Bung Karno mengatakan ingin beristirahat di bawah pohon rindang, dikelilingi pemandangan indah dan berada di sebelah sungai yang memiliki air jernih.
Bapak Proklamator Indonesia itu hanya ingin keindahan negara yang dicintai dan kesederhanaan sebagaimana ia hadir.
Ia berharap dimakamkan di tempat yang dingin, pegunungan daerah Priangan yang subur, di mana Bung Karno kali pertama bertemu dengan petani bernama Marhaen.
Ada yang berpendapat bahwa tempat yang memenuhi kritetia tersebut adalah sebuah vila di Batu Tulis, Bogor.
Namun, ketika Bung Karno meninggal dunia pada 1970, wasiat tersebut tidak dipenuhi oleh Soeharto.
Baca juga: Kisah di Balik Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Presiden Soeharto saat itu memutuskan memakamkan Bung Karno dengan acara kenegaraan di Blitar.
Dalam buku "Soeharto: Pikrian, Ucapan, dan Tindakan Saya", Soeharto menjelaskan alasannya memutuskan memakamkan Bung Karno di Blitar.