Pada 21 Oktober 1819, Sultan Badaruddin II mengangkat putranya, Pangeran Ratu, menjadi sultan di Palembang dengan gelar Ahmad Najamuddin III.
Hal ini sengaja dilakukan agar Badaruddin II lebih fokus memimpin perlawanan Kesultanan Palembang untuk mengusir Belanda.
Badaruddin II memperkuat benteng-benteng di Pulau Kembaro dan Plaju dengan meriam-meriam, serta menyiapkan sekitar 7.000 hingga 8.000 pasukan.
Pada 22 Mei 1821, De Kock dengan armadanya sampai di Sungai Musi, yang langsung disambut dengan tembakan meriam.
Meriam dari pasukan Badaruddin II tidak hanya menghancurkan formasi armada De Kock, tetapi membuat mereka kewalahan dan memilih mundur.
Akan tetapi, langkah itu ternyata hanya taktik dari pihak Belanda untuk mengatur kembali strategi penyerangan.
Baca juga: Pertempuran Lima Hari Palembang: Latar Belakang, Kronologi, dan Akhir
Pada 24 Juni 1821 dini hari, tiba-tiba Belanda memberikan serangan yang membuat Palembang mengalami kekalahan.
Penyebab kekalahan Kesultanan Palembang dalam Perang Menteng adalah serangan mendadak dari Belanda, yang membuat Badaruddin II berhasil ditangkap.
Sekitar 101 orang dari pihak Belanda tewas dalam Perang Menteng, sementara jumlah di pihak Palembang tidak diketahui.
Badaruddin II bersama keluarganya, termasuk Sultan Ahmad Najamuddin III, dibawa ke Batavia, sebelum akhirnya diasingkan ke Ternate pada 3 Juli 1821 hingga akhir hayatnya.
Akibat dari peperangan ini, Palembang jatuh ke tangan Belanda.
Kemudian, pada 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang resmi dihapus oleh Belanda dan Kuto Tengkuruk dihancurkan hingga rata dengan tanah.
Referensi: