Pada abad ke-19, Belanda melakukan upaya yang lebih intensif daripada sebelumnya untuk menguasai Kesultanan Berau.
Sultan Zainal Abidin II merupakan pemimpin terakhir dari Kesultanan Berau, yang kematiannya menimbulkan perpecahan di internal kerajaan karena perebutan kekuasaan.
Situasi ini segera dimanfaatkan Belanda untuk menerapkan politik divide et impera (adu domba).
Politik adu domba yang dilakukan Belanda pun berhasil memecah Berau menjadi dua, yaitu Gunung Tabur dan Sambaliung.
Kesultanan Gunung Tabur diperintah oleh Aji Kuning II (Gazi Mahyudin), sedangkan Kesultanan Sambaliung dipimpin Raja Alam, cucu Sultan Muhammad Hasanuddin.
Referensi: